JAKARTA, INDONESIAPUBLISHER.COM – Pengurus Pusat Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP IPPAT) pada hari Kamis (22/7/2021) mulai pukul 14.00 wib hingga selesai menggelar acara Website Seminar (Webinar) secara virtual Via Zoom Meeting dengan mengusung tema SHARING FOR CARING ‘VAKSIN SEPUTAR MITOS & FAKTA ILMIAH’.
Bertindak selaku Pembawa Acara pada kesempatan Webinar tersebut adalah Andrea Septiyani,SH,M.Kn.
Guna kelancaran maupun kesuksesan pelaksanaan Webinar itu, maka terlebih dahulu dilakukan pembacaan doa oleh Abdul Kholik Imron,SH,M.Kn.
Ketua Panitia acara Webinar, Dr. Ela Wijayaalsa,SH dalam sambutannya mengatakan, saya mengucapkan terimakasih kepada seluruh rekan-rekan panitia atas upaya kerja keras serta dukungannya sehingga bisa membuat acara Webinar siang ini bisa berjalan lancar dan sukses. Terlebih atas arahan dan petunjuk dari Bapak Ketum PP IPPAT, Ibu Sekum dan rekan pengurus lainnya, meski kini kita tengah dihadapkan pada situasi pandemi covid-19, namun Alhamdulillah tetap tidak menyurutkan semangat PP IPPAT untuk terus menggelar Upgrading keilmuan kepada seluruh anggota IPPAT, harapannya semoga acara Webinar kali ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Apalagi PP IPPAT sebentar lagi akan melaunching Kartu Tanda Anggota (KTA), tentu hal tersebut sangat diapresiasi dan disambut baik seluruh PPAT di Indonesia.
Sekretaris Umum PP IPPAT, Otty Hari Chandra Ubayani,SH,SpN,MH pada sambutan yang sekaligus membuka acara Webinar mengatakan, semoga acara Webinar tersebut mendapat banyak manfaat, dimana dalam kehidupan kita sehari-hari pada saat ini setiap informasi mengenai kesehatan kita akan lakukan walau kabar info tersebut mitos atau fakta ilmiah yang nanti pada hari ini Ibu Dr. Ika Mariani Ratna Devi Sp.Pd (dokter dari Surabaya) akan menyampaikan paparannya, saya selalu menyiapkan empon-empon seperti jahe, nanti saya mau tanya ke Ibu dokter efektif apa tidak. Kami harapkan para peserta webinar ini dapat menyimak acara ini dengan baik, karena manfaatnya bisa dishare padalingkungan sekitar dan masyarakat Indoensia yang kita cintai. Kita harapkan organisasi kita tercinta PP IPPAT bisa memberikan kontribusi tentang sadar Negara dengan memberikan edukasi dan melaksanakan kegiatan sosial lainnya yang dapat menanggulangi covid-19 dari negeri tercinta ini, salam sehat dan tetap patuhi 5 M.
Selanjutnya Netty Sumiati,SH,SpN,M.Kn selaku Moderator memandu jalannya acara Webinar tersebut.
Pada kesempatan itu, Irma Bonita,SH yang merupakan PPAT dari Jakarta Pusat, dia membagikan pengalamannya sebagai orang yang pernah divaksin selama dua kali , yakni vaksin dosis pertama dan vaksin dosis kedua. .Dalam testimoninya, Irma Bonita mengisahkan, sebetulnya saya ini adalah salah satu saja mewakili teman-teman, yang pada kesempatan ini saya disuruh berbicara “Bagaimana kalau kamu yang pernah punya Komorbit berani Vaksin ya”. Kebetulan tiga tahun terakhir inimemang saya adalah penderita darah tinggi. Dan saya memang masih minum obat itu rutin, tetapi pada bulanMaret 2021 saya memberanikan diri untuk divaksin, dimana pada saat divaksin tekanan darah saya 150. Karena memang harus rendah,jadi saya harus rileks dan sebelumnya tekanan darah saya tidak akan lebih dari 120. Saya memang oleh dokter disarankan minum obat rutin. Tetapi pada saat vaksin saya menanyakan kepada dokter dan dokter memperbolehkan saya untuk vaksin dan bulanMaret itu saya langsung vaksin,dan rupanya tidak ada implikasi apa-apa.
Irma Bonita mengisahkan lagi, lalu saya mengulang vaksin kedua di bulan April 2021 lalu dan tidak ada efek apa-apa, namun saya juga tetap menjaga kesehatan dirumah, saya juga tertarik akan respon dari narasumber. Teman-teman saya juga terpanggil untuk vaksin (yang punya penyakit komorbit), bahkan mereka ada yang penderita diabet (tapi dian sedang tidak sakit ya),dia harus tetap minum obat secara rutin. Ada juga teman yang penderita kolesterol,semua saya tanyakan kepada teman-teman saya, apakah sudah melakukan vaksin duluan? Itulah yang membuat saya memberanikan diri untuk vaksin, padahal pada saat itu mungkin bulan Maret 2021 lagi seru-seru ada kabar bahwa jika orang punya penyakit penyerta (komorbit) tidak boleh vaksin. Tetapi saya melihat dan mengecek teman-teman,rupanya tidak mengkhawatirkan, lau mereka bilang ke saya untuk ikut vaksin dan katanya tidak apa-apa. Itu saja yang mungkin harus saya sampaikan dan kalau seumpama ada yang mau ditanyakan lagi monggo kami persilahkan.
Pada puncak acara, Dr. Ika Mariani Ratna Devi, Sp.Pd. yang merupakan Dokter asal Kota Surabaya ini mengupas tuntas seputar Webinar Sharing For Caring dengan tema ‘vaksin Seputar Mitos & Fakta Ilmiah’.
Dr. Ika Mariani Ratna Devi,Sp.Pd.dalam paparannya lebih lanjut menguraikan, kita sekarang akan membahas serba-serbi seputar Vaksinasi. Banyak sekali rumor serta mitos yang tersebar di masyarakat perihal vaksinansi COVID-19, sehingga menciptakan ketakutan tersendiri dan menjadi penghalang untuk melakukan vaksinasi bagi sebagian orang. Tidak ingin mitos serta rumor itu makin menyebar hingga menjadi ganjalan bagi program vaksinasi yang bertujuan menghentikan pandemi, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO memberikan penjelasan di laman resminya melalui wawancara di program Science in 5.
Lebih lanjut Dr. Ika Mariani Ratna Devi menuturkan, WHO yang diwakili oleh Dr Katherine O’Brien menjelaskan pada laman resminya who.int, bahwa cara kerja vaksin adalah mengenalkan pada tubuh kita sedikit bagian dari virus, agar tubuh bisa mengembangkan respons kekebalan sendiri untuk menghadapi virus yang sebenarnya. Dalam kasus virus corona, bagian luar dari virus berupa protein yang diambil untuk dijadikan vaksin. Saat bagian protein tersebut masuk dalam tubuh kita, maka sel tubuh yang bertugas melawan infeksi (antibodi) sudah mengenalinya dan mempersiapkan diri. Dengan begitu peluang tubuh akan lebih rendah untuk terkena gejala penyakit yang parah. Karena itu vaksinasi penting dilakukan, untuk mencegah gejala yang parah dan meminimalisir kematian. Berikut ini beberapa mitos dan fakta yang menjadi pembahasan tersebut: 1. Mitos: Vaksin memengaruhi infertilitas (kemandulan) manusia Faktanya: Menurut Dr Katherine O’Brien sebagai perwakilan WHO, vaksin yang diberikan tidak menyebabkan infertilitas.
Tidak ada vaksin yang menyebabkan kemandulan karena bagian yang disasar oleh vaksin adalah antibodi tubuh, bukan organ reproduksi. 2. Mitos: Vaksin bisa mengubah DNA Faktanya: Dua vaksin yang digunakan saat ini adalah jenis vaksin mRNA, yang tidak mungkin mengubah DNA sel manusia atau berubah menjadi DNA. Yang disebut mRNA adalah instruksi untuk tubuh agar membuat sejenis protein. Kebanyakan vaksin dikembangkan dengan memberi contoh protein atau memberi komponen kecil virus yang divaksinasikan. Pendekatan terbaru yang digunakan adalah yang pertama, yakni memberi instruksi kepada tubuh untuk membuat bagian protein seperti yang ada pada vaksin sehingga kekebalan tubuh meresponnya. 3. Mitos: Bahan kimia dalam vaksin COVID-19 berbahaya bagi manusia Faktanya: Menurut Dr. Katherine O’Brien, vaksin yang mereka miliki aman, semua komponen diuji betul untuk memastikan bahwa semua komponen, dengan dosis yang ada, aman bagi manusia. Terdapat elemen yang berbeda pada vaksin dan masing-masing sudah diuji pada hewan sebelum diuji ke manusia. Uji klinis pada manusia melibatkan puluhan ribu orang sebelum akhirnya diizinkan untuk dipakai masyarakat umum.
Setiap vaksin, kata dia lagi, melewati evaluasi keamanan untuk memastikan bahwa aman. Proses pembuatan vaksin memakai sistem pengawasan konstan sehingga tiap bahan yang masuk dalam vaksin dipastikan punya kualitas terbaik. 4. Mitos: Vaksin pneumonia bisa mencegah COVID-19 Faktanya: Vaksin terhadap pneumonia seperti vaksin pneumokokus dan vaksin Haemophilus influenza tipe B (Hib), tidak memberi perlindungan terhadap virus corona baru. Virus corona adalah varian baru dan berbeda sehingga butuh jenis vaksin sendiri. Namun, vaksinasi untuk penyakit pernapasan itu disarankan juga untuk melindungi kesehatan pernapasan. 5. Mitos: Vaksin bisa sebabkan autisme Faktanya: Kandungan vaksin tidak ada kaitannya sama sekali dengan autisme pada anak. Hal itu dijelaskan oleh Windhi Kresnawati, dokter spesialis anak dari Yayasan Orangtua Peduli. Penelitian lebih dari 10 tahun yang telah dilakukan membuktikan bahwa thimerosal, zat pengawet dalam vaksin yang dituduh jadi biang penyebab autisme anak, bukan pemicu autisme. Amerika Serikat yang menghapuskan penggunaan thimerosal pada tahun 1999 disebabkan karena khawatir zat tersebut bisa memicu autisme, faktanya tidak mengalami penurunan angka pengidap autisme. Bahkan penderitanya malah meningkat, yang membuktikan tidak ada kaitan antara vaksin yang memakai thimerosal sebagai pengawet dengan autisme.
“Demikian paling tidak point-point penting sekelumit sepintas berkenaan dengan materi Sharing For Caring ‘VAKSIN SEPUTAR MITOS & FAKTA ILMIAH’, semoga uraian paparan dari saya tersebut setidaknya bisa bermanfaat bagi bapak/ibu rekan-rekan PPAT sekalian yang mengikuti acara Webinar secara Virtual Via Zoom Meeting pada sore hari ini”,imbuhnya. (jay/red)