KLATEN,INDONESIAPUBLISHER.COM- Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memastikan Majelis Pembina dan Pengawas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terbentuk tahun 2017 silam. Payung hukum lembaga pengawas dan pemutus etik bagi PPAT juga telah rampung dibahas.
Anggota Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah (MP3D) Kabupaten Klaten, Slamet Tri Sudaryanto,SH,MH kepada indonesiapublisher.com baru-baru di kantornya menyatakan, sebagaimana dulu yang saya tahu bahwa Kepala Subdirektorat PPAT pada Direktorat Pengaturan dan Pendaftaran Hak tanah, Ruang dan PPAT Direktorat Jenderal Hubungan Keagrariaan Kementerian ATR/BPN,bapak Husaini mengatakan bahwa substansi dalam Peraturan Menteri (Permen) terkait Majelis Pembina dan Pengawas PPAT telah rampung dibahas sekitar tahun 2017 lalu.
Syukur Alhamdulillah saat ini,urai Slamet Tri Sudaryanto, Permen tentang Pembentukan Majelis Pembina dan Pengawas PPAT sudah ada legal standingnya..
Ia mengungkapkan lagi, salah satu substansi akan diatur, adalah terkait kewenangan Majelis Pembina dan Pengawas PPAT. PPAT selaku anggota dari IPPAT yang diduga melanggar kode etik profesi, akan diperiksa Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang terdiri dari unsur pemerintah dan profesi PPAT. Hasil pemeriksaannya yang berupa rekomendasi disampaikan kepada Menteri ATR/Kepala BPN. Dari rekomendasi itu, Menteri menjatuhkan sanksi kepada PPAT bersangkutan.
“Nanti kalau seandainya ada kode etik yang dilanggar atau PPAT ada kesalahan, jadi majelis Pembina dan pengawas PPAT di kantor pertanahan kabupatan (daerah) sampai tingkat pusat. Dari pertimbangan itu, menteri nanti menjatuhkan sanksi,” kata Slamet Tri Sudaryanto.
Slamet Tri mengungkapkan, dikebutnya pembahasan dan penyusunan Permen tentang Pembentukan Majelis Pembina dan Pengawas PPAT kala itu lantaran masih banyak pihak yang belum memahami secara utuh kewenangan antara PPAT dengan notaris. Salah satu akibatnya, ketika terjadi pelanggaran jabatan, ada sebagian ‘oknum’ yang mencoba berlindung dibalik profesi tersebut. Bahkan, kata Slamet Tri, Kementerian ATR/BPN bersama dengan Kementerian Hukum dan HAM dulu beberapa kali bertemu untuk mencari jalan keluar.
“Misalnya, kalau ada oknum yang nakal, otomatis sanksi PPAT dikenakan. Supaya jangan nanti dia berkilah, dia notaris sudah enggak, dia PPAT yang jalan. Itukan nggak bagus,”ujarnya.
Sekadar mengingatkan, Menteri Hukum dan HAM menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris. Dengan terbitnya aturan tersebut, penegak hukum tidak bisa asal lakukan pemanggilan terhadap notaris sebelum mendapat persetujuan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (MKN Wilayah) untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan atas pengambilan fotokopi minuta akta dan pemanggilan notaris dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta atau protokol notaris.
Pasal 66 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris mengatur bahwa paling lama 30 hari sejak diterimanya surat permohonan pemanggilan, MKN wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permohonan.
Pasal 1 angka 1 Permenkumham Nomor 7 Tahun 2016 sendiri mendefinisikan MKN sebagai “suatu badan yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pembinaan notaris dan kewajiban memberikan persetujuan atau penolakan untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan atas pengambilan fotokopi minuta akta dan pemanggilan notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan notaris.”
“Jangan satu berlindung di sini. Notaris-ppat kan ibarat ‘baju’ juga, tubuhnya dia-dia juga,” kata Slamet Tri menambahkan.
Slamet Tri Sudaryanto kembali menguraikan, Sebelumnya, dulu Ketua Umum IPPAT Syafran Sofyan (red-saat itu) mengatakan bahwa rencana pembentukan Majelis Pembina dan Pengawas PPAT akan dituangkan melalui draf perjanjian kerjasama (PKS) antara IPPAT dan Kementerian ATR/BPN. Waktu itu, Syafran mengungkapkan bahwa kedepan tak menutup kemungkinan substansi pengaturan majelis pengawas dapat diakomodir melalui RUU Jabatan PPAT.
Namun, untuk mempercepat pembentukan dia mengusulkan dilakukan dengan payung PKS dengan Kementerian ATR/BPN. Dalam bayangan Syafran, ketika ada permasalahan yang menimpa PPAT berkaitan dengan tindak pidana misalnya, maka secara kewenangan Majelis Pembina dan Pengawas PPAT dapat menjadi ‘filter’ dalam menentukan dugaan tersebut.
“Ke depan anggota lebih aman dan nyaman serta terlindungi oleh organisasi, untuk itu agar rekan-rekan Notaris-PPAT tidak terjebak dalam pusaran permasalahan hukum dan tidak dapat “dikriminalisasi” oleh oknum yang tidak bertanggungjawab, saya berpesan sembari menutup wawancara ini, “ayo dan marilah, semua rekan-rekan Notaris-PPAT selalu taat dan tunduk kepada Kode Etik Notaris dan PPAT”,pungkas Slamet Tri Sudaryanto (yan/red).