MAGELANG,INDONESIAPUBLISHER.COM- Notaris-PPAT Kabupaten Magelang yang juga selaku Pengurus Wilayah IPPAT Jawa Tengah yang membidangi Seni dan Budaya, Ladrang Kunto Anuraga,SH,Sp,Not menyatakan, Didalam sebuah perhelatan pesta demokrasi seperti organisasi profesi INI maupun IPPAT, terkadang beda itu perlu. Terkadang kita butuh sesuatu yang beda.
Demikian dituturkan oleh Ladrang Kunto Anuraga,SH,Sp.Not kepada INDONESIAPUBLISHER.COM Sabtu (1/1/2022) saat bincang-bincang santai di sudut Kota Magelang,Jawa Tengah.
“Satu kalimat saja….saya punya dua sepatu baru,itu saja intinya, beda itu wajar,tapi harus satu komando, beda komando itu pasti akan jatuh”,tegas Ladrang.
Jadi begini, urai Ladrang lagi,organisasi itu menyatukan banyak orang. Kenapa kita membentuk organisasi ? berarti kita mempunyai satu tujuan satu cita-cita roh organisasi apapun itu pasti. Mau organisasi kemanusiaan, organisasi hobi profesi itu pasti mempunyai roh sama serta cita-cita yang sama membentuk supaya semuanya harmoni itu pasti.
Nah kemudian tentu kita membutuhkan figur/sosok yang bisa mengakomodir semua keinginan walaupun siapapun yang menjadi sosok/figur itu saya yakin tidak bisa meladeni semua. Tetapi minimal bisa membuat “legane kabeh”bikin tenteram dan terayomi semua.
Dan tidak mengebiri dan tidak membunuh karakter seperti itu. Semua dirangkul ,semua “diemong” maju bareng dalam arti tidak loncat,orang berjalan itukan tahapannya kiri- kanan kiri kanan. Tapi kan kita mempunyai tujuan yang sama, kita mau ke ruang makan,kita mau ke toilet itu pasti kiri kanan-kiri kanan, tapi tujuannya ke satu titik.
Namun berjalannya kalau tidak kiri kanan kiri kanan, ujar Ladrang Kunto, itu namanya loncat. Itu adalah sesuatu yang tidak pada mestinya. Memang perbedaan itu harus kita hargai. Kemudian banyak ide/gagasan itu harus kita hargai. Monggo misalkan ada teman/ada rekan misalnya yang mau membuat center-centeranlah, entah itu center pendidikan, center pelatihan. Tetapi harus kita bedakan apakah itu Lembaga center atau edukasi apapun itu namanya, itu berbendera pribadi atau membonceng untuk “Panjat Sosial(Pansos)” seseorang di organisasi,itu harus beda labelnya.
Menurut Ladrang Kunto, terdapat banyak rekan terutama di Jakarta itu membuat lembaga-lembaga pendidikan tentang edukasi-edukasi di bidang Kenotariatan maupun Ke-PPAT-an, tetapi mereka beliau-beliau itu) berdiri dengan bendera dia sendiri. Katakanlah sebagai contoh saya bisa membuat Lembaga bernama Ladrang Center, isinya apa? Bagaimana menjadi Notaris-PPAT yang baik, tinggal saya mau atau tidak. Tetapi persoalannya nanti Ladrang Center itu untuk murni keilmuan atau saya “Pansos (Panjat Sosial)”,biar saya bisa mencapai titik tujuan tertentu.
Maka imbuh Ladrang menjelaskan lagi, jika faktanya demikian yang terjadi, maka itu yang repot. Jangan sampai organisasi itu dijadikan kendaraan /tumpangan untuk kemauan ambisi pribadi, itu pasti hancur. Yang Pansos misalnya pun jadi, itu pasti nanti yang namanya Pansos itu ibarat kalau buah belum matang itu lantas “diperam” atau dipaksakan untuk dipetik. Berarti sesuatu yang belum saatnya matang buah itu lantas “dikarbit”.
Jadi, disini saya berharap,monggolah kalau organisasi profesi itukan berjenjang. Mulai dari pusat,turun ke provinsi lalu turun ke Pengda-pengda Kota/Kabupaten. Namun janganlah sekali-kali kita mempunyai tujuan /cita-cita membentuk kerajaan-kerajaan kecil, tidak. Saya akan berada di posisi paling depan untuk menentang itu.
“Sekali lagi saya Ladrang Kunto Anuraga,saya akan berada di garda paling depan untuk menolak adanya kraton-kraton /kerajaan –kerajaan kecil atau bahasa ekstrimnya lagi :mendirikan Negara didalam Negara” supaya tidak ada organisasi antara jenjang organisasi terbawah ,menengah hingga ke pusat,saya enggak mau”,tegas Ladrang.
Ladrang Kunto mengliustrasikan lagi,jadi begini, didalam setiap pertandingan siapa sih yang kepingin kalah,semua pasti pinginnya sayalah juaranya,sayalah yang terhebat. Sekarang bagaimana kita membaca “Ladrang itu kalah”,katakanlah saya maju dan kalah. Orang itu akan lebih respek ke Ladrang “si kalah”,ketimbang kalau saya bisa menunjukkan saya mendukung bahwa andalah yang layak menjadi pemimpin organisasi,dan saya dengan mendukung seperti ini, saya yakin walaupun saya kalah dalam pencoblosan maupun pemilihan, tetapi begitu saya bersikap saya mendukung pemenang,sejatinya sikalah itu adalah juara.
Sebaliknya kata dia lagi,jika sikalah itu tetap menggerogoti siapapun yang menang siapapun lawannya,oh saya kok kalah ya,saya harus membuat kerajaan-kerajaan kecil,berarti dia menunjukkan bukan sebagai pemenang,bukan sebagai juara sejati, tetapi dia adalah pecundang sejati. Ingat hidup itu pilihan,selagi kita hidup kita harus bisa memberikan yang terbaik bahkan lebih. Jadi kalau seumpama ada orang yang meminta sehelai baju/sehelai celana,maka berikanlah jubah kita. Artinya apa? Kita harus dapat memberikan yang terbaik yang lebih dari yang dia minta. Kalau dipertandingan itu kalah, buktikan bahwa saya bisa mendukung program si pemenang, bukan malah sebagai “reridu”/penghambat atau suket teki. (ars/red)