(Solo,indonesiapublisher.com) – Mengawali perjumpaan di awal tahun 2022 ini tepatnya pada Kamis (13/1/2022) mulai pukul 08.00 wib hingga selesai, Pengurus Daerah Kota Surakarta Ikatan Notaris Indonesia (Pengda Kota Surakarta INI) dengan bangga mempersembahkan sebuah acara Diskusi Panel yang mengusung tema “Analisis Yuridis Tentang Perjanjian Utang Piutang Yang Dibalut Dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli”bertempat di Ballroom hotel Swiss Bellin, Saripetojo,Kota Surakarta,Jawa Tengah.
Berdasarkan pantauan indonesiapublisher.comdari tempat acara, acara Diskusi Panel itu banjir peserta antara lain kalangan Notaris-PPAT dari Solo Raya juga Anggota Luar Biasa (ALB) INI serta kalangan mahasiswa prodi Kenotariatan. Mereka bukan hanya dari sekitar Solo dan sekitarnya saja, namun ada pula yang dari luar daerah.
Ketua Pengda Kota Surakarta Ikatan Notaris Indonesia, Dradjad Uripno,SH,MH dalam sambutannya menyatakan, termakasih yang sebesar-besarnya dan yang tak terhingga dari kami Pengda Kota Surakarta INI atas kehadiran seluruh peserta acara diskusi Panel kali ini,semoga Tuhan Yang Maha Kuasa kiranya senantasa selalu memberkahi dan melimpahkan segala nikmat-Nya kepada kita semua…..Amiiiin.
Dradjad Uripno menambahkan lagi,tak lupa juga kami mengucapkan selamat datang kepada Ketua Pengwil Jateng INI, bapak Dr.Widhi Handoko,SH,SpN beserta jajarannya yang meluangkan waktunya untuk hadir di tempat ini,juga kepada para bapak/ibu narasumber ternama dan berkompeten yang telah sudi kiranya untuk berbagi ilmu kepada kami disini, dan yang luar biasa adalah atas dukungan dan support kerja keras,kerja cerdas dan full spirit dari semua rekan-rekan pantia acara diskusi panel ini, sehingga acara tersebut dapat berjalan lancar,aman,sukses tanpa kendala suatu apapun.
Selanjutnya urai Dradjad lagi, kami mengucapkan selamat mengikuti acara diskusi panel dan semoga ilmunya akan sangat berguna dan bermanfaat buat bapak/ibu sekalian.
Ketua Pengwil Jawa Tengah INI,Dr.Widhi Handoko,SH,SpN yang sekaligus sebagai Keynote Speaker’s dalam acara diskusi panel tersebut mengatakan, Berkaitan dengan acara diskusi panel yang mengusung tema “Analisis Yuridis Tentang Perjanjian Utang Piutang Yang Dibalut Dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli”, maka disini perlu saya terangkan bahwa saya pada kesempatan ini akan akan membawakan sebuah tema terkait “Kedudukan PPJB dan Kuasa Jual Dalam Peristiwa Hukum Perikatan Utang Piutang”.
Lebih lanjut Widhi Handoko yang juga Ketua Pengwil IPPAT Jateng tersebut menerangkan, Akta Otentik merupakan alat bukti sempurna atau absolud. Jika pada kenyataan para pihak hutang piutang kemudian dibuatkan aktanya oleh Notaris sebagai pengikatan jual beli dan kuasa jual ataskehendak para pihak dengan tujuan untuk mempermudah eksekusijaminan jika ternyata Wanprestasi “Bagaimana hukumnya??Bagaimana kedudukan alat bukt tersebut jka dikemudian hari terjadi gugatan perdata maupun pidana? Jenis-jenis alat bukti dalam perkara perdata maupun pidana sebagai berikut : (1).mengenai alat bukti yang diatur dalam perkara perdata diatur dalam Undang-Undang Perdata Pasal 1866 KUH Perdata,Pasal 164 HIR. (2). Sedangkan dalam acara Pidana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.
Alat-alat bukti perdata dan pidana. Untuk perkara perdata, alat bukti Hukum Acara Perdata Pasal 1866 Burgerlijk Wetboek atau Pasal 164 HIR/Pasal 284 RBG :
1. B u k t i tu lis a n
2. B u k t i dengan S a k s i-s a k s i
3. P e rs a n g k a a n -p e rs a n g k a a n
4. P e n g a k u a n
5. S um p a h.
Merujuk Pada Ketentuan Pasal 1866
Kuhperdata/Pasal 164 HIR/Pasal 284 RBG:
•Maka bukti tulisan yang dimaksud ialah yang tertera atau
tertulis dalam lembaran kertas yang berisikan kata-kata
dengan maksud dan tujuan tertentu.
• Konsep tulisan atau surat yang dimaksud merupakan konsep
yang lazim dan umum digunakan ketika sejumlah peraturan
perundang-undangan tentang hukum pembuktian perkara
perdata disusun dan diberlakukan.
• Baca pula pada UU no. 30 Tahun 2014 & Perma No. 4 Tahun
2015. khususnya Pasal 10.
Widhi menguraikan lagi, ALAT BUKTI TULISAN: Merupakan alat
bukti formil (Mengenal Herarki Alat Bukti)
B e r la k u P em a k n a a n P ro b a t io P le n a : 1866-1875
K U H P e rd a ta
A r t in y a M e ru p a k a n A la t B u k t i P e n u h (B u k t i S em p u rn a ) ;
• MEMELIKI KEKUATAN PEMBUKTIAN YANG ABSOLUD
• TIDAK TERBANTAHKAN
• TIDAK DIMUNGKINKAN BUKTI LAWAN
Mengapa demikian, sebab dalam pembuktian perdata yang dicari adalah
pembuktian formil, dan surat menempati alat bukti yang teratas maka
berlaku probatio plena. Berbeda dengan perkara pidana, sebab yang dicari
dalam perkara pidana adalah bukti materiil vrije bewijs adalah bukti bebas
artinya hakim dalam perkara pidana tidak terikat secara mutlak alat bukti.
SEDANGKAN DALAM KUHAP, MACAM-MACAM ALAT BUKTI
DIATUR DALAM PASAL 184 KUHAP, YAITU :
Alat bukti yang sah berdasarkan184
KUHAP:
a. – Keterangan saksi;
b. – Keterangan ahli;
c. – Surat;
d. – Petunjuk;
e. – Keterangan terdakwa.
Alat bukti Hukum Acara Pidana dahulu
diatur dalam Pasal 295 Herzien
Inlandsch Reglement (HIR) :
a. – Keterangan saksi;
b. – Surat-surat;
c. – Pengakuan;
d. – Tanda-tanda (petunjuk).
Catatan: pembuktian Pidana berbeda dengan Perdata; Dasar hukum sekaligus sumber hukum
pembuktian perkara perdata menurut Pasal 164 HIR/Pasal 284 RBg/Pasal 1866 KUH. Perdata
menempatkan alat bukti tulisan (tulisan) sebagai alat bukti teratas.
TINDAK PIDANA DALAM PERJANJIAN MEMBUAT
PERJANJIAN BATAL DEMI HUKUM
• Sebagaimana telah dijelaskan di ata s bahwa perjanjian yang memiliki hal
yang terlarang menyebabkan perjanjian tersebut batal demi hukum,
berdasarkan Pasal 1254 KUH Perdata diatur sebagai berikut:
• Semua syarat yang bertujuan melakukan sesuatu yang tak mungkin
terlaksana, sesuatu yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik, atau
sesuatu yang dilarang oleh undang-undang adalah batal dan
mengakibatkan persetujuan yang digantungkan padanya tak berlaku.
• Terlebih secara spesifik apabila ada tindak pidana penipuan dalam suatu
perjanjian maka perjanjian tersebut batal demi hukum jika dapat
dibuktikan ada unsur pidana dalam perjanjian itu. Hal ini berdasarkan Pasal
1328 KUH Perdata, yang berbunyi: “Penipuan merupakan suatu alasan
untuk membatalkan suatu persetujuan, bila penipuan yang dipakai oleh
salah satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak yang
lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat.
Penipuan tidak dapat hanya dikirakira, melainkan harus dibuktikan.”
“Selanjutnya, kepada seluruh peserta diskusi panel saya mengucapkan selamat berdiskusi, gunakan kesempatan pada sesi acara tanya jawab dengan ketiga narasumber yang sangat piawai dan berkompeten tersebut,laksana ilmu rekan-rekan akan bertambah dan bermanfaat terkait dengan tugas dan jabatan rekan-rekan sekalian”,jelas Widhi.
Lalu,masuklah pada acara diskusi panel yang menampilkan ketiga narasumber masing-masing yaitu : (1).Prof.Dr.Hartiwiningsih,SH,M.Hum ,akademisi dan Dosen dari UNS Surakarta. (2).Dr. AL. Sentot Sudarwanto,SH,M,Hum, akademisi dan Dosen UNS Surakarta. (3). Dr.Habib Adjie,SH,M,Hum, Praktisi Notaris dengan moderator Toto Susmono Hadi,SH,MH.
Pada sesi materinya, Prof.Dr.Hartiwiningsih,SH,M.Hum mengetengahkan paparannya dengan topik :Konstruksi tindak pidana hutang piutang yang dibalut PPJB.
Menurut Prof.Hartiwiningsih, bahwa Wewenang Notaris
Notaris merupakan pejabat yang mempunyai kewenangan
membuat akta autentik berdasarkan Undang-Undang.
Kewenangan Notaris ini sesuai dengan ketentuan di dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2014
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun
2004 tentang Jabatan Notaris Pasal 15 ayat (1) yang
Menyebutkan.
“Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin
kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan
grosse, salinan, dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan
akta-akta itu tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain
atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang”.
Sedangkan Perjanjian PPJB
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) merupakan perjanjian pendahuluan yang
dibuat oleh para pihak dalam hal ini penjual dan pembeli dalam hal peralihan hak
atas tanah yang belum dapat dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT), karena belum terpenuhinya unsur-unsur jual beli antara lain adalah
sertifikat tanah masih dalam proses, atau belum terjadi pelunasan harga atau pajakpajak
yang dikenakan terhadap jual beli tanah belum dapat dibayar baik oleh
penjual atau pembeli. Masyarakat dapat memilih untuk mengadakan perjanjian
pendahuluan yang bertujuan untuk mengikat para pihak, dimana perjanjian
pendahuluan itu akan berisikan bahwa pihak penjual dan pihak pembeli berjanji
bahwa pada saat segala persyaratan yang menyangkut pelaksanaan jual beli tersebut
telah terpenuhi secara sepenuhnya, para pihak akan melakukan jual beli di hadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang.
PPJB merupakan suatu perjanjian yang dibuat atas dasar kesepakatan,
dalam rangka mengatur kepentingan para pihak dengan melihat
ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya suatu
perjanjian diperlukan empat syarat yaitu, 1. Sepakat mereka yang
mengikatkan dirinya, 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
3. Suatu hal tertentu, dan 4. Suatu sebab yang halal.
Dasar Pembuatan PPJB
PPJB belum diatur dalam perundang-undangan namun dalam praktik PPJB
dapat dibuat dengan akta notariil ataupun di bawah tangan. Notaris dalam
membuat akta PPJB, bersandar pada ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UU
No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris yang memberikan kewenangan kepada notaris untuk membuat
akta yang berkaitan dengan pertanahan. Secara normatif diterima sebagai
norma yang berlaku sebagai hukum positif. Prinsip terpenting dalam PPJB
adalah perjanjian tersebut berisi klausula-klausula yang sesuai dengan
kepentingan dan kesepakatan para pihak, serta hak-hak dan kewajiban
(prestasi) yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh penjual dan pembeli.
Secara yuridis normative, pada perjanjian utang piutang, seorang kreditur dan
debitur membuat Akta Pengakuan Hutang dengan jaminan hak atas tanah
dan dibuatkan pula Akta Pemberian Hak Tanggungan yang apabila sewaktuwaktu
debitur ingkar janji (wanprestasi) maka akan ditempuh melalui proses
lelang, kondisi eksisting menunjukan terjadi penyimpangan proses hukum, di
mana kreditur dan debitur tadi membuat perbuatan hukum lain, yakni PPJB
yang disertai dengan kuasa menjual. PPJB tersebut diikuti pembuatan akta
kuasa menjual yang seolah-seolah telah terjadi kesepakatan jual beli hak atas
tanah antara pihak penjual dan pembeli yang sebenarnya untuk penyelesaian
utang piutang bukan karena adanya peralihan hak jual beli atas tanah.
Oleh karena itu, PPJB berkedudukan sebagai salah satu jenis
perjanjian yang obligatoir dan konsensuil yang tunduk pada
ketentuan Pasal 1320, Pasal 1457, serta Pasal 1338 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata.
Berdasarkan asas kebebesan berkontrak para pihak dapat
membuat suatu perjanjian berisi apa saja dan berbentuk apa saja
asalkan tidak melanggar peraturan perundang-undangan
ketertiban umum dan kesusilaan.
Prof. Hartiwi menandaskan, dari kacamata hukum tanah nasional praktek jual beli tanah dengan hak
membeli kembali merupakan suatu penyelundupan hukum. Hal mana
Mahkamah Agung telah mengeluarkan yurisprudensi atas hal tersebut,
Putusan Mahkamah Agung (Perkara PK) No.78/PK/Pdt/1984 tanggal 9 April
1987 menerangkan bahwa Akta Notaris yang dibuat dengan Materi suatu
perjanjian hutang piutang dengan jaminan tanah/rumah yang dibungkus
sebagai satu perjanjian jual beli tanah dengan hak membeli kembali yang
tujuannya digunakan untuk melakukan peralihan hak atas tanah debitor
kepada kreditor bilamana debitor wanprestasi, maka hal demikian itu adalah
sutau perjanjian semu atau pura-pura dan harus dinilai sebagai perjanjian
hutang piutang.
Selanjutnya, Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
1729 PK/Pdt/2004 menegaskan jual beli dengan hak membeli kembali
dalam Pasal 1519 KUHPerdata, adalah tidak diperbolehkan, karena
Perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali adalah perjanjian
hutang-piutang yang terselubung (semu) dan tidak sesuai dengan
hukum adat yang tidak mengenal jual beli dengan hak untuk membeli
kembali. Oleh sebab itu, perjanjian jual beli tanah dengan hak membeli
kembali harus dianggap batal demi hukum.
Pembicara kedua pada diskusi panel tersebut adalah Dr. AL, Sentot Sudarwanto,SH,M.Hum dengan mengangkat topik “Analisis Yuridis tentang Perjanjian Utang Piutang yang dibungkus denganPerjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)”.
Di kesempatan itu Sentot memaparkan,bahwaPasal 1754 KUHPerdata“Pinjammeminjam à persetujuan dg mana pihak yg satu
memberikan kpd pihak yg lain sesuatu jumlah ttg
barang/uang yg menghabiskan krn pemakaian, dg syarat
bahwa pihak yg belakangan ini akan mengembalikan dg
jumlah yg sama dari macam dan keadaan yg sama pula”.
Unsur dalam suatu perjanjian pinjam meminjam diantaranya :
1. Adanya para pihak
2. Adanya persetujuan
3. Adanya sejumlah barang tertentu
4. Adanya pengembalian pinjaman kpd pihak yg satu.
Perjanjian pinjam meminjam/utang-piutang
Unsur dalam suatu perjanjian pinjam meminjam diantaranya :
1. Adanya para pihak
2. Adanya persetujuan
3. Adanya sejumlah barang tertentu
4. Adanya pengembalian pinjaman kpd pihak yg satu.
Perjanjian Jual beli
Pasal 1457 KUHPerdata menjelaskan: “Jual beli adalah
suatu perjanjian, yg mana pihak yg satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak
yg lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”
Unsur dalam suatu perjanjian jual beli diantaranya :
1. Adanya para pihak
2. Adanya persetujuan
3. Adanya penyerahan barang tertentu
4. Adanya penyerahan uang/harga.
Kedudukan PPJB yg Dibuat Untuk
Penyelesaian Utang Piutang.
Kedudukan PPJB merupakan perjanjian pendahuluan yg
dibuat oleh para pihak dlm peralihan hak atas tanah yg
belum dapat dilakukan dihadapan PPAT
akan tetapi masih banyak terjadi penyimpangan proses
hukum yakni PPJB yg disertai dg kuasa menjual. PPJB yg
diikuti pembuatan akta kuasa menjual, seolah-seolah
telah terjadi kesepakatan jual beli hak atas tanah antara
pihak penjual & pembeli yg sebenarnya untuk
penyelesaian utang piutang.
ØPasal 1320 KUHPerdata à syarat sahnya perjanjian,
ØPasal 1457 KUHPerdata à Suatu persetujuan dg mana pihak
yg satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang &
pihak lain untuk membayar harga yg dijanjikan)
ØPasal 1338 KUHPerdata (Asas-Asas Perjanjian) à Asas
kebebasan berkontrak, para pihak dapat membuat suatu
perjanjian berisi apa saja dan berbentuk apa saja asalkan tidak
melanggar Per-UU, ketertiban umum dan kesusilaan
PPJB berkedudukan sebagai salah satu jenis perjanjian
yg obligatoir dan konsensuil yg tunduk pada ketentuan:
PPJB yg dibuat untuk penyelesaian utang piutang
telah menyalahi aturan hukum.
1. Perjanjian tersebut dilakukan dimana salah satu pihak sedang terpuruk
keadaan ekonominya sehingga tidak bebas dalam membuat perjanjian yg
dapat dikatakan adanya penyalahgunaan keadaan.
2. mengandung sesuatu sebab yang palsu dan terlarang yaitu salah satu
bentuk penyelundupan hukum seolah olah terjadi peralihan berupa jual
beli .
Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya suatu perjanjian yaitu :
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3) Suatu hal tertentu, dan
4) Suatu sebab yg halal
Pasal 1335 KUHPerdata “Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang
telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak
mempunyai kekuatan”
Dr. Sentot merincinya kembali,akibat Hukum PPJB yang Dibuat Untuk
Penyelesaian Utang Piutang
Dalam Perjanjian utang piutang dg jaminan sertipikat tanah, kreditur &
debitur membuat Akta Pengakuan Hutang dg jaminan tsb dibuatkan
pula Akta Pemberian Hak Tanggungan.
Terkait PPJB dengan kuasa menjual à tidak terpenuhinya syarat
subjektif dan syarat objektif dari syarat sahnya perjanjian, yaitu:
ØAdanya unsur penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden)
dimana perjanjian tersebut dibuat oleh para pihak atas kehendak yg tidak
bebas yg dapat mengandung unsur kekhilafan, penipuan/paksaan krn
adanya salah satu pihak terpuruk keadaan ekonominya
Øperjanjian tersebut telah dibuat karena sesuatu sebab yg palsu / terlarang
Maka dengan demikian perjanjian itu batal demi hukum
Jual beli dengan hak membeli kembali
Pasal 1519 KUHPerdata à penjual (pemilik semula)
mempunyai atau diberikan hak dg suatu perjanjian untuk
membeli kembali barangnya yang telah dijual tersebut,
Pasal 1520 KUHPerdata à dgn jangka waktu tidak lebih dr 5
tahun
Pasal 1337 KUHPerdata à Perjanjian jual beli dg hak untuk
membeli kembali diperbolehkan selama tidak bertentangan dg
asas kepatutan, ketertiban umum dan kesusilaan dan memenuhi
syarat sahnya perjanjian
Perjanjian Jual Beli Tanah dg Hak Membeli Kembali
Putusan MA RI No 1729 PK/Pdt/2004 tentang jual beli dengan
hak membeli kembali. Menurut putusan tersebut perjanjian jual
beli dengan hak membeli kembali adalah tidak diperbolehkan,
karena beberapa hal :
1. Perjanjian jual beli dg hak membeli kembali adalah perjanjian
hutang-piutang yg terselubung (semu). Artinya, bahwa
perjanjian jual beli dg hak membeli kembali sebenarnya
adalah perjanjian hutang piutang, yakni pemberian
pinjaman dengan jaminan.
2. Perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali bertentangan
dengan hukum adat, karena hukum adat tidak mengenal jual
beli dengan hak untuk membeli kembali (Ps 5 UUPA .5/1960 ).
Kesimpulan:
a.Perjanjian jual beli dg perjanjian utang piutang memiliki
konstruksi hukum yg berbeda & tidak bisa digabungkan.
Karena menimbulkan akibat hukum yang berbeda pula pada
perjanjian tersebut.
b.PPJB dgn Kuasa menjual & Perjanjian jual beli dg hak membeli
kembali sebenarnya merupakan transaksi abu-abu/perjanjian
simulasi yg dilarang oleh Per-UU khususnya UUPA No 5/1960,
Putusan MA No.78/PK/Pdt/1984 dan Putusan MA Nomor 1729
PK/Pdt/2004
c.Notaris harus mempunyai sikap tegas untuk berani menolak
transaksi utang piutang yg dibungkus dengan Perjanjian
Pengikatan Jual Beli.
Saran :
Notaris harus berpegang teguh pada prinsip
perundang-undangan & Kode Etik Notaris dan
melaksanakan secara konsekuen sehingga notaris
bisa profesional dan berkarakter moral.
Sebagai pembicara selanjutnya adalah Dr.Habib Adjie,SH,M.Hum,Praktisi Notaris dengan memaparkan topiknya yatu “Utang Piutang Yang Dibuat Dengan Pengikatan Jual Beli Sebagai Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Omstandigheiden atau Undue Influence).
Lebih lanjut Dr.Habib Adjie menguraikan, •DALAM MENJALANKAN TUGAS
JABATAN SEBAGAI NOTARIS APAKAH
KITA PERNAH ATAS PERMINTAAN
PARA PENGHADAP UNTUK
MEMBUAT AKTA UTANG-PIUTANG
ATAU PINJAM-MEMINJAM UANG
KEMUDIAN PARA PENGHADAP
MEMINTA AGAR DIBUATKAN JUGA
AKTA PENGIKATAN JUAL BELI ?
KASUS 1 : NOTARIS/PPAT YANG MEMBUAT AKTA PERJANJIAN HUTANG
PIUTANG BERSAMAAN DENGAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI,
DIMANA TERDAPAT 2 (DUA) PERISTIWA HUKUM YANG TERJADI DIWAKTU
BERSAMAAN YAITU HUTANG PIUTANG DAN JUAL BELI SERTA DENGAN
OBJEK YANG SAMA UNTUK 2 (DUA) PERBUATAN HUKUM.
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BALE BANDUNG NOMOR
247/PDT.G/2017/PN BLB, YANG DIDALAMNYA MENGANDUNG UNSURUNSUR
PENYALAHGUNAAN KEADAAN (MISBRUIK VAN ONSTANDIGHEDEN)
YANG DIMANA HAL TERSEBUT DILAKUKAN OLEH NOTARIS/PPAT BERSAMA
DENGAN SALAH SATU PIHAK DALAM AKTA TERSEBUT, DIMANA TERDAPAT
MAKSUD ITIKAD TIDAK BAIK DENGAN NIAT JIKA SUATU SAAT PENGGUGAT
MELAKUKAN WANPRESTASI, MAKA OBJEK JAMINAN HUTANG PIUTANG
TERSEBUT DAPAT LANGSUNG DIALIHKAN SECARA SERTAMERTA DENGAN
JUAL BELI TANPA PERLU MEMINTA PERSETUJUAN KEMBALI KEPADA PEMILIK
OBJEK YAITU PENGGUGAT. HAL INI JELAS MENIMBULKAN KERUGIAN
SECARA MATERIL DENGAN BERALIHNYA KEPEMILIKAN TANAH TERSEBUT
TANPA SEPENGETAHUAN DARI PEMILIK TANAH SERTA MENGINGAT BAHWA
UANG PINJAMAN YANG TERDAPAT DALAM PERJANJIAN HUTANG PIUTANG
TERSEBUT TIDAK SEPENUHNYA DITERIMA OLEH PENGGUGAT AKAN TETAPI
OLEH PIHAK KETIGA YANG DALAM HAL INI ADALAH TERGUGAT.
Ketua Prodi Magister Kenotariatan Universitas Narotama tersebut menerangkan lagi, KASUS 2 : PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO. 3182
K/PDT/2010 TERJADI PERKARA YANG BERKAITAN DENGAN PERJANJIAN AKTA JUAL
BELI DIMANA PARA PENGGUGAT SEBELUMNYAMENANDATANGANI AKTA JUAL
KARENA INISIATIF DARI TERGUGAT, SEBAGAI PROFORMA DALAM RANGKA
MENJAMIN UANG TERGUGAT SEBAGAI BIAYA JASA SENILAI RP. 300.000.000,- UNTUK
ANAK TERGUGAT DAPATMASUK BEKERJA KE KEJAKSAAN, NAMUN ANAK TERGUGAT
TIDAK DITERIMA SEHINGGA TERGUGAT INGIN UANGNYA KEMBALI DAN SEBAGAI
JAMINANNYA TERGUGAT MEMINTA KEPADA PENGGUGAT BERSEDIA
MENANDATANGANI AKTA JUAL BELI NO 01/PPAT/GENTENG/III/2006 YANG MANA
BILA TERJUAL NANTI BISA UNTUK MENGEMBALIKAN UANG TERGUGAT ANAK
TERGUGAT SEHINGGA TERGUGAT BERNIAT UNTUK MEMPROSES LEBIH LANJUT JUAL
BELI TERSEBUT KE BADAN PERTANAHAN YAITU MEMBALIK NAMA ATAS NAMA
TERGUGAT. TIDAK BERLANGSUNG LAMA SETELAH PENANDATANGANAN AKTE JUAL
BELI TERSEBUT TERGUGAT MENGANCAM PENGGUGAT UNTUK MENGOSONGKAN
DAN MENYERAHKAN PERSIL TERSEBUT DAN BILA TIDAK MAU AKAN DILAKUKAN
PENGOSONGAN SECARA PAKSA, KEADAAN INI MEMBUKTIKAN AKAN PARA
PENGGUGAT TIDAK BEBAS DAN ADANYA PENYALAHGUNAAN KEUNGGULAN
EKONOMI à MAHKAMAH AGUNG MEMBATALKAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
DAN MENGUATKAN PENGADILAN NEGERI, HAKIM DALAM PERTIMBANGANNYA
BERPENDAPAT JUAL BELI TERSEBUT SEBAGAI PENYALAHGUNAAN KEADAAN YANG
DAPAT MERUGIKAN PIHAK PENGGUGAT
KASUS 3 : Putusan Mahkamah Agung No. 1904K/Sip/1982, dalam kasus
Luhur Sundoro lawan Dr. Soetardjo, à (1) Walaupun akta notaris
yang memuat Dr. Soetardjo (Terlawan III) memberi kuasa kepada
Luhur Sundoro (Pelawan) untuk antara lain menjual rumah sengketa
kepada pihak ketiga maupun kepada diri Pelawan sendiri, dianggap
sah, namun mengingat riwayat terjadinya surat kuasa tersebut yang
sebelumnya bermula dari surat pengakuan hutang dari Terlawan III
dengan menjaminkan rumah sengketa, yang karena tidak dapat
dilunasi pada waktunya, maka dirubah menjadi kuasa untuk menjual
beli rumah tersebut, sebenarnya merupakan perjanjian semu untuk
menggantikan perjanjian asli yang merupakan hutang piutang. (2)
Karena Terlawan III terikat pula dengan hutang-hutang lainnya yang
sudah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan tetap, maka
ia berada, maka ia berada dalam posisi lemah dan terdesak, sehingga
terpaksa menandatangani perjanjian-perjanjian dalam akta notaris
yang bersifat memberatkan baginya.
•KASUS 4 : PERSOALAN BERAWAL DARI HUTANG PIUTANG DEBITUR PADA SEBUAH
BANK YANG TELAH JATUH TEMPO, SENILAI RP. 750.000.000,-. AGAR JAMINAN HAK
TANGGUNGAN PADA BANK TERSEBUT TIDAK DIJUAL SECARA LELANG, MAKA
DEBITUR BERUSAHA MENCARI PINJAMAN PADA KREDITUR SENILAI RP. 750.000.000,-
UNTUK MELUNASI HUTANGNYA. ATAS DASAR HUTANG PIUTANG YANG BARU
TERSEBUT, KREDITUR MEMINTA JAMINAN TANAH YANG DIBEBANI DENGAN HAK
TANGGUNGAN OLEH PIHAK BANK. SERTIFIKAT TANAH TERSEBUT KEMUDIAN
DIKUASAI OLEH KREDITUR SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN HUTANG PIUTANG
DENGAN PIHAK DEBITUR. TERHADAP JAMINAN TERSEBUT KREDITUR TIDAK
MELAKUKAN PENGIKATAN DENGAN HAK TANGGUNGAN. PERSOALAN MUNCUL
KARENA DALAM PERJANJIAN HUTANG PIUTANG TERSEBUT DIPERJANJIKAN BAHWA
KREDITUR SECARA OTOMATIS BERHAK UNTUK MEMILIKI TANAH YANG DIGUNAKAN
SEBAGAI JAMINAN APABILA DEBITUR WANPRESTASI. KETIKA HUTANG PIUTANG
ANTARA KREDITUR DAN DEBITUR TELAH JATUH TEMPO, DEBITUR TIDAK MAMPU
MELUNASI KEWAJIBANNYA. OLEH KARENA ITU PIHAK KREDITUR MENSOMASI
DEBITUR UNTUK MELUNASI KEWAJIBNYA. DEBITUR BERUPAYA UNTUK MENCARI
SALINAN PERJANJIAN HUTANG PIUTANG, KARENA DEBITUR TIDAK MENDAPATKAN
SALINAN PERJANJIAN TERSEBUT DARI NOTARIS. SETELAH MENDAPATKAN SALINAN
PERJANJIAN SERTA MEMBACA DENGAN CERMAT, DEBITUR MENYADARI BAHWA IA
SALAH TELAH MENYETUJUI SEBUAH PERJANJIAN YANG PADA AKHIRNYA
MERUGIKANNYA. PIHAK DEBITUR KEMUDIAN MENGAJUKAN GUGATAN ATAS
DASAR PENYALAHGUNAAN KEADAAN OLEH KREDITUR.
KESIMPULAN
• BAHWA PENYALAHGUNAAN KEADAAN DAPAT TERJADI DALAM
BERBAGAI KEADAAN KARENA KEUNGGULAN
EKONOMIS/HARTA, KEUNGGULAN STRATA/KEDUDUKAN
(GELAR NINGRAT/KETURUNAN/ AKADEMIS), KARENA
TEKANAN (KEJIWAAN/PSIKOLOGIS/KETAKUTAN), HUBUNGAN
ATASAN-BAWAHAN.
• PENYALAHGUNAAN KEADAAN TERSEBUT BISA TERJADI
KARENA MOTIF YANG BERBEDA à MOTIF AWAL PINJAMMEMINJAM
UANG/UTANG-PIUTANG à ADA MOTIF LAIN :
PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA JUAL, YANG
DILAKUKAN/DIBUAT JIKA PIHAK PEMINJAM WANPRESTASI.
ADA 3 (TIGA) MOTIF YANG BERBEDA DAN TUNDUK PADA
HUKUM YANG BERBEDA (AKIBAT HUKUMNYA) à (1) HUTANGPIUTANG/
PINJAM-MEMINJAM, (2) JUAL BELI DAN (3) KUASA
JUAL.
JIKA NOTARIS/PPAT TAHU BAHWA AKTA YANG
AKAN DIBUAT TAHU (BERDASARKAN CERITA
DARI PARA PENGHADAP) BERDASARKAN
ALASAN-ALASAN TERSEBUT DI ATAS DAPAT
DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENOLAK MEMBUAT
AKTANYA. KENAPA HARUS DIPERTIMBANGKAN ?
KARENA NOTARIS/PPAT TAHU DAN MEMPUNYAI
CAPITAL INTELECTUAL MENGENAI
PENYALAHGUNAAN KEADAAN TERSEBUT.
§ BAHWA MESKIPUN TAHU SEPERTI ITU, NOTARIS
AKAN LULUH JIKA DIBERIKAN “HONORARIUM”
YANG MENGGETARKAN JIWA, HATI DAN
PIKIRANNYA. KALAU INI SUDAH TERJADI
SILAHKAN UNTUK BERTANGUNGJAWAB SAJA.
HONORARIUM BISA BERUBAH JADI
HORORARIUM.(jay/red)