Bincang-Bincang Hukum Bersama Dr. Sri Subekti,SH,MM,Sp.N,M.Hum Terkait Tema “Keberlakuan Putusan MK Tentang Perjanjian Perkawinan WNI”

SEMARANG,INDONESIAPUBLISHER.COM – Dalam istilah hukum perkawinan terdapat istilah Perjanjian Pra Nikah, Perjanjian Pisah Harta dan Perjanjian Perkawinan atau dalam bahasa Inggris disebut prenuptial agreement. Apakah perbedaan di antara ketiganya?

Ketiganya memiliki pengertian yang sama, yaitu perjanjian yang dibuat dalam suatu ikatan perkawinan (bisa sebelum dan bisa juga selama masa perkawinan). Untuk mempermudah redaksi, kami akan menggunakan Perjanjian Pra Nikah, sebab ini yang familiar digunakan di masyarakat.  Dan juga Perjanjian Pasca Nikah.

Bolehkah Pendaftaran Perjanjian Pra Nikah Setelah Pernikahan?

Saat ini hal tersebut boleh dilakukan. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 (Putusan MK 69/2015) bahwa:

“Pada waktu, sebelum perkawinan dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut”.

Dan juga melalui putusan itu, pendaftaran/pengesahan/pencatatan prenuptial agreement tidak lagi dilakukan di Pengadilan Negeri tetapi dilakukan di Dukcapil setempat

Perjanjian pra nikah harus didaftarkan, supaya unsur publisitas dari perjanjian yang telah dibuat terpenuhi. Pendaftaran atau pencatatan prenuptial agreement dilakukan agar pihak ketiga (diluar pasangan suami istri tersebut) mengetahui dan tunduk pada aturan yang dibuat didalam perjanjian pisah harta yang dituangkan dalam akta pisah harta. Apabila tidak didaftarkan, maka perjanjian pisah harta hanya berlaku/mengikat bagi para pihak yang ada didalam akta, atau pembuat akta perjanjian pisah harta, atau suami istri yang bersangkutan.

Dalam  edisi   Bincang-Bincang   Hukum (BBH),  kali  ini INDONESIAPUBLISHER.COM telah  mewawancarai   seorang  Notaris-PPAT di Kota  Semarang, beliau  juga  seorang Praktisi dan Akademisi, yakni   Dr. Sri Subekti,SH,MM.Sp.N,MHum  dimana wawancara  secara  eksklusife   tersebut  berlangsung di kantornya   Kawasan  Jalan  Kanfer Raya  Blok N-10,Banyumanik,Kota  Semarang, Jawa  Tengah  baru-baru  ini.

Lebih lanjut Dr. Sri Subekti,SH,MM,Sp.N,MHum menguraikan, bermula dari saya  ingin membuat disertasi penelitian tentang Perjanjian Kawin Pasca Pernikahan,itu seringkali ada klienku telepon maupun konsultasi  soal Warga Negara Asing (WNA) serta Warga Negara Indonesia (WNI) yang mau menikah itu sampai nyari telepon di yellow page.  Hanya untuk mencari   Notaris   yang   bisa  membantu  membikinkan Perjanjian Kawin Pasca Pernikahan. 

Menurut beliau,ungkap  Sri Subekti lagi,   itu sudah  beberapa   Notaris yang dia  ditelepon katanya belum bisa   membantu.  Padahal   dia  kepinginnya segera dibantu terkait bisa   masalah  bisnisnya,biasanya Perusahaan  yang ingin membuat Perseroan Terbatas (PT),  Badan Hukum itu supaya antara Harta Pribadi dan Harta Kekayaan Badan Hukum itu jelas-jelas terpisah,  sehingga   asset yang dimasukkan di dalam Badan Hukum  tersebut  apakah benar-benar si  pemilik suami ataukah si istri   supaya   ada   batasan yang tegas.

Kemudian   lanjut Sri Subekti lagi, yang kedua kata dia,   saya  ingin menikah dengan WNA,  akan  tetapi   agar hak saya sebagai  WNI tetap  mempunyai  Hak Milik. Lantas   bagaimana  caranya? Sementara   sudah   ada  sebenarnya Undang-Undang yang mengatur untuk itu yakni   Peraturan Putusan Mahkamah Konstitusi No.16/PUU/XIII/2015 ya. Itukan yang menyatakanbahwa “sifat Putusan Mahkamah Konstitusi itu final and  binding  atau  Putusan yang pertama dan terakhir,artinya final dan mengikat.

Mengikat disini  urai   Sri Subekti, bukan hanya  mengikat untuk para pihak,   tetapi  juga  pihak-pihak lain  dalam arti  bukan hanya para pihak yang mengajukan perkara tapi berlaku   umum.   Disini, bahasanya itu didalam  Putusan  Mahkamah konstitusi   juga   ada aturan itu sifat Erga Omnes. Jadi  Putusan Mahkamah Konstitusi final  and binding dan mengikat secara   umum.  Hal  itu yang terkadang belum dipahami  semuanya. Jadi dikira hanya  mengikat yangmembuat perjanjian saja.

Kemudian  akhirnya   yang   mau  membuat Perjanjian  Kawin tersebut datanglah kekantor saya.   Tetapi   untuk  membuat  Perjanjian  Kawin Pra Nikah sama Pasca Nikah pasti ada suatu  hal yang lebih harus diperhatikan.  Karena  yang   namanya   kalau belum menikah itu kan resiko pribadi lebih kecil daripada resiko   yang  sudah pernah membuat  Perjanjian Kawin, maksudnya  dalam perjalanan perkawinan sebelum Putusan  Mahkamah Konstitusi   ituksn  dulu ada   Undang-Undang  No.1/1974   yang diperbaharui   Undang-Undang   No.16  Tahun 2019 itukan   hanya  mengatur   bahwa Perjanjian Kawin bisa  dibuat sebelum dan saat,   setelah Putusan  MK itukan bisa dilakukan saat perjalanan adanya Perkawinan. 

Sri Subekti  yang   juga   Dosen  Prodi  Magister  Kenotariatan   Fakultas   Hukum  UNTAG   Semarang tersebut mengurainya lagi,  nah  disitulah Mahkamah  Konstitusi itu menggali norma-norma baru yang belum diatur   tapi   ada  norma-norma baru yang bisa digali  untuk diperjuang Hak Kewarganegaraan  Indonesia  yang terampas  oleh   Konstitusi.    Karena  kan  belum diatur, berarti kan bisa diatur.  Maka  aturan  itu    muncullah dengan terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi di atas tersebut. Sehingga ada jalan keluar.  Jadi hukum harus memberi solusi  /jalan  keluar   untuk  WNA yang menikah dengan WNI tersebut, seperti kasusnya  saat  itu yang sempat viral  yakni Ike  Farida  yang  akhirnya  dia  bisa  mempunyai Hak Milik.  Dan   sampai  sekarangpun   banyak   WNI  dan  WNA yang mau  menikah  itu  membuat  Perjanjian Kawin kalau  sudah  memahami.   Untuk yang belum memahami dan   ada   juga   banyak  yang  sudah  membuat Perjanjian  Kawin anehnya   dia  tidak  mengerti  / mungkin kurang  mengerti  pemahamannya tidak di daftarkan di  kantor  Catatan  Sipil bagi  bagi  yang  beragama non Islam   dan didaftarkan  ke  KUA  bagi  yang beragama Islam.

Sri Subekti  mengungkapkan kembali,   lalu   bagaimana  dengan  Perjanjian  Kawin  yang dibuat dihadapan  Notaris  sah  betul tapi hanya berlaku   survenef/khusus   bagi  para pihak  saja,  tapi untuk mengikat pihak ketiganya  yang belum berlaku  karena  belum dipublisitas. Lantas   bagaimana  syarat  untuk dipublisitas? Harus didaftarkan di  Kantor  Catatan Sipil.   Dulu   sebelum   UU No.1/1974 direchsteh di  Pengadilan Negeri.   Maka   setelah  tahun  1974  itu didaftarkan di   Catatan Sipil   atau  Kantor Urusan  Agama  (KUA), itu  untuk  Perjanjian  Kawin  Pra Nikah.   Sedangkan  untuk yang Perjanjian  Kawin   Pasca  Nikahpun juga   saat munculnya  terbitnya  Putusan  Mahkamah  Konstitusi  ketika  itu  masih  pada  bingung  juga,bagaimana  ini   Notaris  berani  apa  tidak.  Karena  belum  ada  Peraturan Pelaksananya. Tetapi  sebenarnya  kalau  mengingat   bahwa  Putusan  Mahkamah konstitusi itu bersifat Final  and  binding  dan  Erga omnest,  maka bisa   sebenarnya  didaftarkan  di  Kantor  Catatan Sipil    dan KUA,  Cuma  dalam   pelaksanaannya sebelum   munculnya  Surat Edaran. Sebelum  adanya  Surat Edaran  itu  dulu masih pada   minta  Penetapan Pengadilan.   Seperti halnya  kalau  sudah   membuat  Perjanjian  Kawin  yang  belum  didaftarkan di  Catatan Sipil  atau di KUA untuk  mencatatkan  Akta  yang dibuat oleh Notaris A, Perjanjian  Kawin  baik  Pra  Nikah  maupun Pasca  Nikah dengan  permasalahannya  yang  harus  ditekankan untuk  yang  Perjanjian  kawin Pasca Nikah itu Perlindungan  Hukum pihak ketiga.  Supaya   dalam   perjalanan  Perkawinan  tersebut  sebelum   membuat  Perjajian  Kawin  yang Pasca Nikah itu  harus  diperlukan  tingkat kehati-hatian  dan kecermatan   yang  tinggi serta   minta  inventarisasi   harta Surat  Pernyataan   Notariil  juga yang menyatakan   bahwa benar-benar  yang  akan  diperjanjikan  tersebut   aset-aset harta  baik Sertipikat,deposito atau  surat  berharga   lainnya harus  menunjukkan  aslinya  dihadapan   Notaris  bahwa  ini akan  dilakukan  pisah  harta. Itupun   si  Notaris  harus  hati-hati,  cermat   dan  perlu menggali,mana  SPT  Tahunannya, yang  sudah  dilaporkan  apa  saja.  

Dan  sayapun  sebelum membuatkan Perjanjian  Kawin  Pasca  Nikahpun   saya   umumkan   di Koran dulu.   Namun ada  klien  juga   yang  tidak  mau  diumumkan di Koran, menurut  mereka  “kan  tidak ada  aturannya  buk”,  kata klien  itu.    Tetapi  kalau  saya seyogyanya  diumumkan  Koran.   Kalau  memang  sama-sama ada  iktikad baik  kenapa  tidak  mau.  Namun  akhirnya  banyak  yang  mau,  hanya  satu  atau  dua  orang  yang  tidak  mau.  Seandainya  klien  itu  tidak  mau  diumumkan  di Koran   ya  nggak  apa-apa,  tapi  tetap  membuat Surat  Pernyataan  apabila  terjadi apa-apa harus  melepaskan   Notaris   dari para saksi  dari segala   perbuatan  tuntutan  pihak  ketiga. Jadi  pada  intinya,imbuh  Sri   Subekti   lagi, hukum  harus  bisa  memberi  solusi  bagi para  pihak.  Sehingga   akhirnya kembali  ke tadi  yang  membuat  Perjanjian  Kawin buatlah  perjanjian  Kawin  itu  WNI-nya   laki-laki,WNA-nya  perempuan, suatu  saat  juga  yang  membuat  Perjanjian  Kawin  seblaiknya.  Prinsipnya, WNI yang mau menikah dengan WNA seyogyanya  kita sarankan  kalau  dia  belum mengerti  maka  membuat  Perjanjian  Kawin  Pasca  Pra  Nikah dulu.  Ada  yang  lebih  unik  lagi,kemarin   juga   ada  yang  membuat Perjanjian kawin,dia  sudah  membuat  WNI  dan  WNA tersebut  belum  menikah  sudah  membuat  Perjanjian  Kawin  di  Notaris lain.  Tapi tidak didaftarkan di  Catatan Sipil   karena  dia  non  muslim.Nah,  suatu  ketika  dia  konsultasi  ke kantor  saya, ini   harus  daftarkan  bagaimana  caranya?  Saya  anjurkan  lakukan  sesuai  prosedur  dan   mekanisme yang berlaku, dari  pihak  banknya  itu  mau,KPR nya itu dikucurkan supaya  nanti WNI yang  beli itu tetap mempunyai  status Hak  Milik  tanah   yang  akan dibeli itu.   Hal-hal   seperti  ini  perlu  pentingnya  dipublisitas.  Ini  memang  sebuah  hal yang kalau  orang Timur  dikira  sebuah hal yang tabu, padahal   sebenarnya  juga  tidak.  Jelas  justru  banyak  nilai  positifnya  juga  tergantung  bagaimana kita  mensikapi bahwa  ini untuk apa  sebenarnya. Kalau  untuk  bisnis  jelas  apakah  ini  harta  bawaan atau harta   hibah  atau  harta  gono-gini.   Terus  apa  yang  akan  diatur,  apakah  Perjanjian  Kawin  campur  harta sama sekali  atau  mau  campur  harta  sebagian.  Prinsipnya,kalau  Undang-Undang  Perkawinan kan membuat Perkawinan   untuk  membentuk keluarga   Sakinah,mawadah,warohmah (Samawa), begitu   juga  dengan  Perjanjian  Kawinpun  itu   ada  stressingnya   bahwa tidak  boleh  melanggar   norma  agama, tata  susila   atau  kepentingan  umum  yang  dalam arti  melanggar  norma-norma  yang  berlaku. Intinya   hal  tersebut harus  dipegang teguh.   Membuat  Perjanjian  Kawin   bukan  berarti  serta  merta   terus  mengabaikan  tujuan  yang  samawa tadi itu. Jadi   malahan  oh  ternyata   untuk  menguatkan  satu  sama  lain.

Sri Subekti  menambahkan  lagi,  lantas  apa yang  membedakan Perjanjian  Kawin  Pra  Nikah  dengan  Perjanjian  Kawin  Pasca  Nikah, kalau  Perjanjian  Kawin  Pra  Nikah  kan tidak boleh  dirubah  tapi   ada pengecualian  sebagaimana  pasal  29 itu, kecuali  ada  kesepakatan  akan   merubah ya.  Dan  untuk  yang  Perjanjian  Kawin  Pasca  Nikah itu   boleh  dibatalkan.  Aartinya  boleh  dirubah ya, tetapi hal-hal yang  dibatalkan pun yang  tidak mengikat pihak  ketiga.  Begitu juga  hal-hal  semacam  itu  harus  dipublisitaskan  kepada  masyarakat luas. Jadi  saya   sering   terkadang ada  klien  yang  datang ke sini apa tujuannya  dia,kalau   ada  kesempatan  waktu,  saya  juga  sedikit  kasih  pencerahan-pencerahan  seperti  itu agar   mereka  memahaminya.    Karena   khususnya sekarang  yang   namanya  dunia  media  sosial  itu  sudah  tanpa  batas.  Sehingga  Perkawinan  WNI  dengan  WNI  bukanlah hal  asing  lagi ya. Namun sudah  sering dijumpai   khususnya di kota-kota  besar.

“Sehingga   saya  pikir penelitian  saya  itu sangat  membantu   buat  diri  saya  sendiri  khususnya,juga  rekan-rekan  Notaris-PPAT   tentunya, sehingga   bisa dipahami   dan  dimengerti  oleh  segalala   lapisan masyarakat.  Pada   intinya   bahwa  membuat Perjanjian  Kawin  itu  tidak   masalah  selama    tujuannya  iktikadnya  baik,   tidak  melanggar  norma  agama,  tata  susila,kesopanan  dan  peraturan  perundang-undangan yang ada”,imbuhnya.

Sri  Subekt imenambahkan  lagi, dan  dalam bulan   November  2021  ini  saya  juga  berencana  akan  menggelar  Bedah Buku  saya  di Kampus   Program Doktor  Ilmu Hukum (PDIH)  Fakultas   Hukum   UNTAG  Semarang. Buku saya  berjudul “Perlindungan   Hukum  Para   Pihak  Terhadap Perjanjian  Pemisahan  Harta   Pasca  Perkawinan”   sudah  siap  cetak.  Sebentar   lagi, sekali  lagi   nanti   mau  Bedah  Buku,jadi  ini  Program Universitas.   Jadi  penekanan  pada  isi  buku b tersebut  adalah  dibutuhkan untuk Perjanjian  Kawin  Pra  Nikah  dan  Pasca  Nikah  di dunia  bisnis  khususnya semakin  mengglobal   ini.  Untuk  memberikan  proteksi  dan  melindungi hak kewajiban  terkhusus WNI.   Jadi penonjolannya  disini  itu  marwahnya  adalah  penggalian  norma  baru dari yang  tidak  ada  jadi  ada,sehingga   itu  bisa  menjadi  solusi hukum.    Dan  itu  intinya  final  and  binding  /erga Omnes  atau  mengikat  untuk  umum   bukan  para  pihak  saja.

Sri Subekti menambahkan lagi, jadi  suami  saya  dan keluarga itu selalu mendukung selama  itu bersifat positif terutama di bidang keilmuan saya.   Suami  saya  itu sudah sakit Anerisma /penyumbatan pembuluh darah selama berkisar 21 tahun, tapi  saya  berkomitmen tidak mau cari suster, saya  susteri sendiri.    Disini jelas beda,jelasnya akan lebih sayang  dan bisa menguatkan satu sama  lain. Dan hal tersebut selama ini  saya  jalani dengan damai, tenteram,enjoy,happy.  Suatu  contoh,  saat   Kongres  INI   maupun  Longres  di Makasar beberapa  tahun silam suami saya  tak ajak, saya  siapkan kursi roda. Sampai  di  kelompok kalangan  Notaris-PPAT  kemana-mana  hafal, untuk itu  keluarga  dan  suami saya  buat  saya  adalah  sebuah  spirit  dan  motivasi  hidup   saya  dalam  berkarir  dan bekerja. (jay/red)  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed