Sofyan A. Djalil : Mahasiswa Harus Bisa Pahami Alur Pikir Penyusunan RUU Cipta Kerja

Nasional231 Views

JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja disusun dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja yang sebanyak-banyaknya. Maka perlu diciptakan iklim berusaha yang lebih mudah, sementara itu, iklim berusaha bisa menjadi lebih mudah apabila berbagai hambatan yang ada saat ini bisa diminimalisasi. “Untuk diketahui, urus izin usaha di Indonesia sangat sulit sekali,” ujar Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A. Djalil pada kegiatan ATR/BPN Goes to Campus bersama Civitas Academica Universitas Suryakancana, Senin (22/06/2020) lalu.

Sofyan A. Djalil menggambarkan betapa sulitnya mengurus perizinan usaha di Indonesia yang dinilai menyebabkan efektivitas investasi yang rendah. “Lima tahun lalu, untuk membangun suatu usaha ada yang perlu izin hingga  memakan waktu 4,5 tahun. Kemudian sudah dipangkas menjadi 6 bulan. Tapi untuk pengurusan izin dengan waktu 6 bulan masih dinilai kurang efektif,” ucapnya.

Untuk itu, pemerintah melakukan evaluasi kenapa pengurusan izin selama ini kurang efektif, dan kemudian ditemukan tumpang tindih regulasi. “Sewaktu saya di Bappenas, kami melakukan evaluasi dan ditemukan sebanyak 40.000 aturan, dari aturan pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Seandainya aturan dapat memajukan sebuah negara, maka Indonesia sudah bisa menjadi negara maju karena banyaknya aturan. Akibatnya apa yang terjadi, ekonomi sulit meningkat, diikuti tingkat pengangguran yang meningkat setiap tahunnya,” tutur Sofyan A. Djalil.

Menteri ATR/Kepala BPN mengungkapkan saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir kurang lebih 5%. Dengan rule of thumb pertumbuhan 1%, maka hanya dapat menciptakan 500.000 lapangan kerja per tahunnya. Sedangkan, kondisi saat ini terdapat 7,05 juta orang penganggur terbuka dan akan ada penambahan angkatan kerja setiap tahunnya 2,5 juta orang per tahun. “Maka dari itu, pemerintah ingin menciptakan lapangan kerja sebanyak mungkin sesuai dengan tujuan disusunnya RUU Cipta Kerja,” kata Sofyan A. Djalil.

Pemerintah merumuskan visi Indonesia maju sebagai langkah strategis menjadikan Indonesia sebagai 5 besar kekuatan ekonomi dunia pada tahun 2045. Salah satu langkah dalam mewujudkan visi tersebut, pemerintah mengharapkan adanya gelombang investasi untuk mempercepat proses pembangunan dengan melakukan simplifikasi dan harmonisasi  regulasi dan perizinan, menciptakan iklim investasi yang lebih mudah dan penciptaan lapangan kerja berkualitas dan kesejahteraan pekerja yang berkelanjutan melalui RUU Cipta Kerja yang disusun dengan metode omnibus law. “Untuk mewujudkan itu semua, aturan yang banyak tadi harus saling mendukung. Maka dibuatlah melalui metode omnibus law. Satu RUU yang akan memperbaiki 79 UU, termasuk di dalamnya 1.209 pasal,” tutur Menteri ATR/Kepala BPN.

Pada kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Landreform dan Hak Masyarakat Atas Tanah, Andi Tenrisau menjelaskan kebijakan Kementerian ATR/BPN dalam RUU Cipta Kerja. “Terdapat 4 (empat) klaster yang merupakan kebijakan pertanahan dan tata ruang dalam RUU Cipta Kerja yang menjadi kebijakan Kementerian ATR/BPN. Antara lain peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, pengadaan lahan, kawasan ekonomi dan investasi pemerintah pusat dan kemudahan proyek strategis nasional,” jelas Andi Tenrisau.

Lebih lanjut, Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Atas dasar peraturan perundang-undangan tersebut, penanggap Universitas Suryakencana, Dedi Mulyadi mengungkapkan bahwa RUU Cipta Kerja perlu menyesuaikan dengan UU Nomor 15 Tahun 2019. “Terutama aspek fisiologis dan aspek yuridisnya. Sedangkan saya mengapresiasi langkah agresif Kementerian ATR/BPN dalam melakukan kegiatan sosialisasi terkait RUU ini,” kata Dedi Mulyadi.

Dedi Mulyadi juga menambahkan bahwa RUU Cipta Kerja merupakan jawaban atas banyaknya regulasi di Indonesia. “RUU ini juga akan menghilangkan disharmoni antar regulasi sehingga pemikiran untuk menciptakan peraturan RUU ini patut diacungi jempol,” pungkasnya. (Red)