Peranan Notaris-PPAT Dalam Mengatasi Problematika Mafia Tanah di Indonesia

OLEH : DR.DR.H. Syafran Sofyan,SH,SpN,MHum

JAKARTA,INDONESIAPUBLISHER.COM- Prinsip Negara hukum (Ps.1 ay.3 UUD NRI Th 1945), Negara menjamin adanya kepastian hukum, ketertiban, persamaan di depan hukum dan perlindungan hukum, antara lain melalui alat bukti otentik yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang.

Jaminan atas kepastian hukum yang memberikan perlindungan hukum adalah alat bukti

yang terkuat dan terpenuh, dan mempunyai peranan penting berupa “akta otentik”.

Saat ini masih banyak aparat Penegak Hukum, yang belum mengetahui Tugas, Kewenangan,

dan batas tanggung-jawab Notaris/PPAT; dan masih banyak juga yang “ego sectoral”,

didalam menetapkan dugaan pidana terhadap notaris/ppat, ‘masih’ menggunakan kaca mata

kuda, atau hanya berdasarkan KUHP saja, tanpa melihat bahwa notaris/ppat, merupakan

suatu Pejabat Umum, yang menjalankan jabatannya/profesinya yang diatur oleh

UU/Peraturan perundang-undangan. Untuk itu, kedepan agar lebih ditingkatkan pembinaan

bersama, dan penguatan payung hukum yang terkait not/ppat, lebih kita perkenalkan, apa itu

Notaris/PPAT, tugas, kewenangan dan tanggung-jawab, yang terkait dengan adanya dugaan

tindak pidana, khususnya lagi, yang saat ini, lagi ‘viral’, sejak merbak kasus sdr Dino Patti

Djalal , dan sdri Nirina Zubir, yang menyatakan, dan masyarakat ikut percaya, bahwa

notaris/ppat, merupakan “bagian dari mafia tanah”?

Untuk itu, saya akan mengupas sedikit, apa itu Notaris dan PPAT?

Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan

lainnya, sebagaimana dimaksud UU 2/2014 Jo. UU 30/2004 tentang Jabatan Notaris.

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan

untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas

tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, diatur di dalam PP 24/2016 Jo PP 37/1998

tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud, ada 8 Akta Otentik sbb:

a. jual beli;

b. tukar-menukar;

c. hibah;

d. pemasukan dalam perusahaan (inbreng);

e. pembagian harta bersama;

f. pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas

tanah Hak Milik;

g. pemberian Hak Tanggungan

h. pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.

Yang Nilai Transaksinya per Tahun Puluhan Ribu Triliun Rupiah; Nilai Hak Tangungan saja

Rp.754 T (hanya 4 juta sertifikat), dan pungutan dari sumbangan Pajak Daerah (BPHTB)

sekitar 30% PAD, dan PPh secara nasional, dan Transaksi di Lembaga

Pembiayaan/Perbankan, Badan Hukum, Investasi, dll. Jadi Negara dalam hal ini tidak

menampikan Peran dari Notaris/PPAT di dalam pembangunan Nasional. Terkait dengan

Jabatan PPAT, kedepan sudah saatnya diatur dibawah UU tentang PPAT, agar lebih

terlindungi, dan adanya kepastian hukum yang lebih kuat, dan UUJN sudah saatnya ada

pengaturan, dan Batasan-batasan terkait dengan adanya dugaan pidana terhadap Notaris.

Tugas, Kewenangan, Tanggung-Jawab Notaris/PPAT

Notaris/PPAT, berwenang membuat akta sepanjang dikehendaki oleh para pihak dan menurut

aturan hukum wajib dibuat dalam bentuk akta otentik. (Pasal 1320, 1338, 1868,

1871,1870,1871, BW, UUJN, PP 24/2016,dll) pada umumnya Akta Partij/Kehendak para

pihak, not/ppat dalam hal ini pasif, kecuali ada data formil yang tidak terpenuhi, not/ppat

dapat menolak pembuat akta tersebut, dan dapat juga memberikan konsultasi hukum.

Contoh kasus: masih banyak laporan masyarakat ke polisi (LP), antara lain:

mengatakan datang ke Not/ppat ingin membuat akta hutang piutang, Sertifikat diserahkan ke

ppat, dan ybs tidak perna menghadap/tanda-tangan akta, kok tiba-tiba sertifikat di balik nama

di Kantor Pertanahan. Kok bisa? Dalam hal seperti ini not/ppat ‘dipersalahkan’, bahkan

dijadikan Tsk? Untuk itulah, dalam menangani LP oleh masyarakat/pihak dalam akta

3 DR.DR.H.Syafran.S

not/ppat, hendaknya penegak hukum meminta dilampirkan akta yang ditanda-tangani para

pihak di hadapan not/ppat, bukan hanya berdasarkan keterangan pelapor saja, dan ada

Pernyataan, apabila si pelapor membuat laporan/keterang palsu/tidak benar, maka

akan dikenakan sanksi pidana, seperti yang telah diatur di KUHP.. Sebab untuk dapat

sertifikat di balik nama di kantor Pertanahan, haruslah ada akta jual beli, bukan akta hutang

piutang, dan tentunya berdasarkan permintaan dan kesepakatan para pihak. Not/ppat bukan

Pihak di dalam akta. Untuk menjadi perhatian bersama, tidak boleh dalam satu objek,

dibuatkan akta lebih dari satu perbuatan hukum; misal sertifikat telah di ikat akta hutang

piutang, diikuti pemasangan APHT, dalam waktu bersamaan di ikat akta jual beli. Maka

perjanjian kedua tersebut batal.

Kekuatan pembuktian dari akta Notaris-PPAT, ada 2 (dua) pemahaman,

yaitu :

a. Tugas jabatan Notaris/PPAT adalah memformulasikan keinginan/tindakan para pihak ke

dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku (Akta Partij)

b. Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna,

sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti lainnya, jika ada orang/pihak

yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar, maka orang/pihak yang

menilai atau menyatakan tidak benar tersebut wajib membuktikan penilaian atau

pernyataannya sesuai aturan hukum yang berlaku. Dalam hal ini, akta notaris di anggab

benar/sempurna, sampai ada putusan ikracht yang membatalkan akta tersebut.

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 3199 K/Pdt/1994, tanggal 27

Oktober 1994, menegaskan bahwa akta otentik menurut ketentuan ex Pasal 165 HIR jo. 285

Rbg jo. 1868 BW merupakan bukti yang sempurna bagi kedua belah pihak dan para ahli

warisnya dan orang yang mendapat hak darinya. Tidak perlu lagi, penegak hukum mencari

bukti yang lain.

Notaris dalam menjalankan jabatannya hanya bersifat formal seperti yang disebutkan

dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung, Putusan MA No.702K/Sip/1973; Notaris/PPAT

hanya berfungsi mencatatkan/menuliskan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh

para pihak yang menghadap notaris/PPAT tersebut.

Notaris/PPAT tidak wajib menyelidiki secara materiil hal-hal yang dikemukakan para

penghadap notaris.

(AKTA NOTARIS/PPAT TIDAK MENJAMIN PIHAK-PIHAK/PENGHADAP

BERKATA BENAR, DOKUMEN YANG DISERAHKAN BENAR, TETAPI YG

DIJAMIN OLEH AKTA NOT/PPAT PIHAK2 BENAR BERKATA/DOKUMEN SPT

YG TERMUAT DI DLM AKTA).

Jadi kalo ada seseorang/Pihak, yang menyangkal terhadap kebenaran terhadap akta otentik,

maka Pihak/orang yang menyangkal tersebut haruslah membuktikannya, bukan

Notaris/PPAT, dan Not/PPAT bukanlah Pihak di dalam Akta Otentik, apalagi diseret-seret

menjadi pihak/ Tsk?

Akta Otentik mempunyai kekuatan pembuktian lahiriah,formil dan materil:

1. Kekuatan pembuktian lahiriah; akta itu sendiri mempunyai kekuatan untuk

membuktikan dirinya sendiri sebagai akta otentik,krn kehadirannya,kelahirannya

sesuai /ditentukan dg per-uu-an yg mengaturnya;

2. Kekuatan pembuktian formil; apa yg dinyatakan dlm akta tsb adl benar.

3. Kekuatan pembuktian materil;memberikan kepastian thd peristiwa,apa yg

diterangkan dlm akta itu benar.

Ps 1868 BW : suatu akta otentik ialah suatu akta yg dibuat dlm bentuk yg ditentukan

UU/Peraturan Perundang-undangan, oleh/dihadapan pejabat umum yg berwenang untuk itu di

tempat akta itu dibuat.

Ps 1870 & 1871 KUHPer : Akta otentik adl alat pembuktian yg sempurna bagi kedua pihak &

Ahli Waris, sekalian org yg mendapat haknya dari akta tersebut, memberikan kpd piha-pihaksuatu pembuktian yg mutlak.

Dugaan Pidana thd Notaris/PPAT

Akta otentik mempunyai arti yang lebih penting daripada sebagai alat bukti, bila terjadi

sengketa maka akta otentik dapat digunakan sebagai pedoman bagi para pihak yang

bersengketa. Peran Notaris/PPAT diperlukan di Indonesia karena dilatar belakangi oleh Pasal

1866 KUH Perdata yang menyatakan alat-alat bukti terdiri atas :

1. bukti tulisan;

2. bukti dengan saksi-saksi;

3. persangkaan-persangkaan;

4. pengakuan;

5. sumpah

Bagaimana kalau ada pihak tidak menghadap, menghadap tdk berbarengan, atau

Not/PPAT di dlm menanda-tangani akta diluar wilayah jabatannya, ada perubahan (renvoi),

/pembetulan dlm minuta akta, ada pihak yang memberikan keterangan tidak benar, atau ada

dokumen yang tidak benar/palsu, dll. ?

Apakah terhadap hal-hal tsb diatas dapat dikategorikan Tindak Pidana?

Ini merupakan Pelanggaran Administrasi, dan/Perdata, bukan Pidana.

Untuk itulah di dalam UU 2/2014 tentang Jabatan Notaris dan PP 24/2016 tentang Peraturan

PPAT, tidak ada Sanksi Pidana. Tanggung-Jawab Not/PPAT adalah formal, tidak ada

kewajiban untuk membuktikan kebenaran materil, terhadap dokumen dan keterangan yang

disampaikan kepada not/ppat. Sanksi Pidana merup Ultimum remedium,yi obat

terakhir/upaya2 terakhir.

Syarat Pemidanaan (Prof. Sudharto) :

1. Berkaitan dengan perbuatan adl: perbuatan tsb memenuhi rumusan UU ; bersifat melawan

hk dlm arti tidak ada alasan pembenar atau alasan yg menghapuskan sifat melawan hukum

(bisa tertulis, bisa tidak tertulis);

2. Berkaitan dengan orang adl: org / si pelaku harus mempunyai kesalahan dlm arti mampu

bertanggungjawab dan memiliki kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa) dan tidak ada

alasan pemaaf (alasan yang menghapuskan kesalahan);

Pemidanaan Not/PPAT dpt dilakukan dg batasan:3

Pemidanaan terhadap Notaris hanya dapat dilakukan jika memenuhi tiga syarat (komulatif),

yakni:

1. Notaris/ppat melanggar prosedur pembuatan akta otentik sebagaimana diatur dalam

UUJN/PP 24/2016

2. Notaris/PPAT melanggar ketentuan hukum pidana sebagaimana diatur dalam KUHP, dan

3. adanya mensrea dari notaris/ppat yang bersangkutan.

Untuk menetapkan Not/PPAT melakukan tindak pidana, ketiga unsur tersebut harus

terpenuhi semua, bukan salah satu, dengan pembuktian yang obyektif/ahli, dengan minimal

dua alat bukti, dari masing-masing unsur tersebut.

Pasal 50 KUHP berbunyi : Tidaklah dapat dihukum, barang siapa melakukan sesuatu

perbuatan untuk melaksanakan suatu peraturan perundang-undangan. (Notaris/PPAT

menjalankan perintah UU/Per-UU-an)

Putusan MA No.702K/Sip/1973; Notaris/PPAT fungsinya hanya mencatatkan/menuliskan

apa2 yg dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yg menghadap Not/PPAT tsb.

Tdk ada kewajiban bagi PPAT unt menyelidiki scr materil apa2(hal2) yg dikemukakan oleh

penghadap dihadapan Not/PPAT tsb.

Berdasarkan Put MA tsb,

Jika akta yg dibuat dihadapan/oleh PPAT bermasalah oleh para pihak sendiri,maka hal tsb

menjadi urusan para pihak sendiri, Not/PPAT tdk perlu dilibatkan,dan Not/PPAT bukan

pihak dlm akta.

Not/PPAT dituntut untuk bertanggungjawab terhadap akta yang telah dibuatnya.

Apabila akta yg dibuat menimbulkan sengketa, maka hal ini perlu dipertanyakan?

1. Apakah akta ini merupakan kesalahan Not/PPAT atau kesalahan para pihak yang tidak

mau jujur dlm memberikan keterangan atau adanya kesepakatan yg dibuat Not/PPAT dg

salah satu /kedua belah pihak ?.

2. Ada tindakan hk dari PPAT thd aspek lahir,formal,dan materil akta yg sengaja,penuh

kesadaran,serta direncanakan?.

3. Ada tindakan hk dari PPAT yg tdk sesuai dg UU, mis Ps 1320 BW.,UUJN

Sanksi Pidana merup Ultimum remedium,yi obat terakhir/upaya2 terakhir.

Notaris/PPAT dpt dipertgjw pidana atas akta yg dibuatnya berdasarkan Ps.263 dan

Ps.264 jo 55 KUHP jika : (sering dikenakan kepada not/ppat)

1. Not/PPAT mengetahui bahwa para pihak tdk dpt memenuhi sah nya suatu perikatan. (Ps

1320 BW),

2. Not/PPAT mengetahui bahwa para pihak memb ket yg tdk benar,dan tetap membuat akta

tsb.

Maka Not/PPAT tsb telah melakukan penyertaan dlm melakukan TP yg diatur dlm Ps 55

KUHP.

MAFIA TANAH

Mafia merupakan konfederasi yang didirikan untuk memberikan perlindungan illegal,

pengorganisasian kejahatan berupa kesepakatan dan transaksi secara illegal, arbitrase

perselisihan antar criminal, dan main hakim sendiri.

Konfederasi ini kerap kali terlibat dalam kegiatan perjudian, penipuan, perdagangan manusia,

narkoba, pencucian uang/penggelapan dana.

Mafia memiliki konotasi negative, karena sangat identic dengan Tindakan criminal. Di

Indonesia, istilah mafia disematkan berdasarkan jenis kegiatannya, contoh mafia Kasus

(markus), mafia hukum, mafia tanah, dll.

Mafia tanah seolah sah, legal, dan wajar, hal ini karena kegiatan mafia tanah ditandai dua hal, yaitu

melibatkan para simbol pelaksana hukum seperti oknum aparatur sipil negara (ASN) di Badan

Pertahanan Nasional sekaligus jajaran di bawahnya, oknum Pemda, oknum notaris/ppat, dan oknum

penegak hukum seperti “hakim/Pengadilan”. Kendati demikian, pelaksana dan penegak hukum bisa

merupakan bagian dari jaringan mafia tanah, sementara masihlemahnya system Pengawasan di dalam Penegakan Hukum di Indonesia.

Hubungan Mafia Tanah dengan Notaris/PPAT?

Jika Mafia Tanah berkonotasi criminal dalam bidang tanah, apakah mungkin ada

Notaris/PPAT secara sadar dan , sengaja (ada niat/mensrea dari Notaris-PPAT, untuk

membuat akta yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana kejahatan di bidang

pertanahan melalui akta yang dibuatnya?

Jawabnya, sudah dapat dipastikan tidak.

Kalau ada oknum dari Notaris/PPAT melakukan pelanggaran/kelalaian/kekurang hatian,

dalam melaksanakan tugas jabatannya, hal tersebut bukan bagian dari mafia tanah dalam

pengertian tersebut di atas. Jadi tidak ada korelasi antara mafia tanah dengan

notaris/ppat.

Bagaimana Mengatasi Mafia Tanah Dalam Pembuatan Akta Otentik?

Penyelenggaraan pendaftaran tanah seyogianya memberikan suatu kepastian hukum bagi

pemilik tanah namun dalam realitasnya, pemegang hak atas tanah belum sepenuhnya

mendapatkan perlindungan hukum.

Apalagi stelsel/system Pendaftaran Tanah di Indonesia, belum sepenuhnya menggunakan

stelsel Positif, yang mana Sertifikat Tanah sebagai alat bukti yang mutlak (tidak dapat di

batalkan/ganggu gugat).

Beberapa kasus yang kerap terjadi antara lain terbitnya sertifikat ganda, sertifikat palsu

ataupun penyerobotan tanah oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, yang kerap

dilakukan oleh oknum: Kelurahan, Kecamatan, kantor Pertanahan, PPAT dan

masyarakat/mafia tanah.

Keberadaan tanah sebagai benda yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi menjadi salah

satu faktor yang menyebabkan munculnya aktivitas-aktivitas yang ilegal yang berkaitan

dengan tanah baik yang berkaitan dengan aspek hukum baik administrasi, perdata maupun

pidana, ditambah masih lemahnya pengadministrasian pertanahan di Indonesia, khususnya

lagi terhadap tanah-tanah yang belum bersertifikat, yang memacu adanya mafia tanah, yang

saat ini sudah lebih 3000 kasus?.

Secara Umum

Untuk dapat memberantas mafia tanah maka semua pihak pun perlu mengambil langkahlangkah

positif dan tegas yaitu antara lain :

1. Penguatan payung hukum dalam rangka pemberantasan mafia tanah; yang saat ini masih

bersifat sektoral; ada banyak Peraturan Perundang-undangan dari Kementerian (diluar

Kementerian ATR/BPN), Badan, dan Pemda, yang masih bersifat partial, dan belum

terintegrasi, komprehensif/universal.

2.Kordinasi dari semua instansi terkait, agar lebih ditingkatkan, terutama dengan Lembaga

Pertanahan untuk penyediaan data-data, kasus-kasus pertanahan yang memiliki indikasi

pidana. Dengan adanya kordinasi ini dapat dilakukan pemetaan terhadap kasus-kasus

pertanahan yang terjadi.

3. Sosialisasi dan komunikasi hukum baik antar Lembaga terkait maupun kepada masyarakat

sehingga timbul persamaan persepsi mengenai mafia tanah.

Hal ini penting untuk mencegah timbulnya kondisi yang meresahkan ketika pemahaman

tentang mafia tanah tidak diberikan batasan yang jelas karena bagaimanapun akan menjadi

miris ketika mewujudkan kepastian hukum dilakukan tanpa kepastian.

4. Peran serta masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang

memiliki indikasi sebagai mafia tanah.

Penerapan sanksi yang tidak tebang pilih terhadap mereka yang telah memiliki bukti yang

kuat untuk terindikasi sebagai mafia tanah.

5. Adanya koordinasi, pembinaan bersama dan persamaan persepsi dalam penanganan kasuskasus

pertanahan, khususnya yang melibatkan Notaris/PPAT, agar jelas tugas, dan tanggungjawab

masing-masing, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Pembuatan Akta Otentik:

1. Hati-hati ! Sertifikat Tanah, hendaklah jangan diberikan/diserahkan kepada pihak lain yang

tidak dapat dipercaya. Carilah Notaris/PPAT yang terpercaya/dikenal dengan baik

(trackrecord), antar keluarga (Suami,istri, anak) harus mengetahui keberadaan, legalitas

sertifikat, jangan setelah kejadian baru heboh, dan mengkambing hitamkan pihak lain.

2. Dengan banyaknya pemalsuan identitas para pihak (figur), agar Notaris/PPAT diberi akses

ke system Dukcapil, /instansi terkait, untuk pengecekan identitas para pihak (KTP, KK, Surat

Nikah, dll), apakah terdaftar, asli/palsu.

3. Terkait dengan Sertifikat/Surat Tanah, agar juga diberi akses kepada masyarakat,

Notaris/PPAT, apakah Sertifikat tsb asli, tidak ada masalah, blokir, Laporan di Kepolisian,

tidak ada sita di Pengadilan, dll.

4. Adanya koordinasi dan terintegrasi dalam proses Balik Nama Sertifikat, baik di kantor

pertanahan, Pemda/Dispenda, Kepolisian dan Pengadilan, agar kalau ada pengecekan

sertifikat, transaksi jual beli yang tidak benar, cepat dicegah/diatasi.

5. Kalau terjadi adanya Dugaan tindak pidana terhadap oknum Notaris/PPAT, dengan masih

tingginya perbedaan persepsi dalam penerapan hukum, hendaklah aparat penegak hukum

melakukan koordinasi, dan komunikasi dengan Organisasi INI/IPPAT, baik di daerah,

wilayah/pusat, agar dapat dicari penyelesaian yang terbaik.

Mudah-mudahan Makalah ini dapat bermanfaat, dalam Pencegahan, dan Penegakan Hukum  dan mengatasi problematika Mafia Tanah di Indonesia. ***

BIODATA SINGKAT (CV) TENTANG PENULIS :

NAMA : DR. DR. H. Syafran Sofyan, SH, SpN, MHum

TEMPAT/TGL LAHIR : Palembang, 24 Mei 1967

PROFESI : – Notaris-PPAT-Pejabat Lelang Kls II Jakarta

– Instruktur Diklat Perbankan

– Dosen Pasca Hukum/Magister Kenotariatan

seluruh Indonesia.

– Dosen/Nara-Sumber Lemhannas RI

ALAMAT KANTOR : Jl. Delman Utama I No.10 Kebayoran Lama

Jakarta Selatan

HP/WA : 08111882467-08111556767

Email : syafran.dosen@gmail.com

notaris_syafran@yahoo.co.id

PENDIDIKAN :

1. Sarjana Hukum Universitas Sriwijaya, 1991

2. Sp1 Notariat Fakultas Hukum Universitas Diponogoro, 1997

3. Magister Hukum (S2) Universitas Diponogoro, 2001

4. Pejabat Lelang Kls II Kementerian Keuangan RI th 2010

5. Doktor/S3 Public Policy Universitas Gajah Mada ( Kebijakan Konflik Pertanahan) 2016

6. Doktor (Hukum Pidana) Fak.Hukum Univ. Jayabaya th 2020

7. Lemhannas RI PPRA XLI Th. 2008

PROFESI :

1. Notaris-PPAT Kota Semarang Th 1998 sd 2005

2.Notaris-PPAT di Jakarta Selatan Th 2005 sd sekarang

3.Pejabat Lelang Kls II DKI Jakarta Th 2010 sd sekarang

4.Nara-Sumber /Ahli di Lemhannas RI Bidang Hukum dan HAM

5.Nara-Sumber Bareskrim Mabes Polri (Tindak Pidana

Pertanahan)

6.Dosen Pasca Hukum & MKN (Universitas: Jayabaya Jkt, Univ

Brawijaya, Univ. Ubaya Surabaya, Univ. Semarang, UNTAR

Dosen luar biasa (Pasca Hukum) MKN di seluruh Indonesia.

7.Dosen Tetap Fak.Hukum Univ Semarang (Lektor),

tahun 1995 sd sekarang.

8.Nara-Sumber Diklat Perbankan

9.Nara-Sumber: PPATK, Kemenkeu, Ditjen Pajak, OJK,

Kemhan,Kemenkumham,BPHN, BKPM, dll.

10.Aktif memberikan Seminar Hukum di: Perguruan

Tinggi, Pasca Hukum/MKN, Perbankan, Lembaga

Penegak Hukum, PPATK, INI,IPPAT, dll.

11.Saksi Ahli di: Pengadilan, Bareskrim,

Polda,Kejaksaan,Advokad,&Perbankan,dll

ORGANISASI :

1. Ketua Umum Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Th 2015-2018

2. Pendiri / Ketua, Dewan Pakar Pengurus Pusat ISHI

( Ikatan Sarjana Hukum Indonesia).

2. Pendiri / Penasehat IKANOT UNDIP (Ikatan Alumni Kenotariatan Universitas

Diponegoro)

Demikianlah Biodata Singkat ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya,

dan semoga dapat bermanfaat. (*)