Notaris – PPAT Harus Waspadai Pencucian Uang

Nasional240 Views

MAGELANG,INDONESIAPUBLISHER.COM – Pencucian uang (Money Laundering) merupakan suatu terminologi yang tidak asing dalam masyarakat. Pidana Pencucian uang yang berasal dari tindak pidana koruptor sering kali memanfaatkan Notaris – PPAT.

Dimana Notaris mempunyai peran untuk membuatkan akta yang berkaitan dengan jual beli, sebagaimana diatur dalam Pasal 1870 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Undang-undang Jabatan Notaris (UUNJ) Nomor 2 tahun 2014.

Dalam menyikapi hal tersebut, salah seorang Notaris-PPAT senior di Jawa Tengah, terutama di Kabupaten Magelang, Stefanus Artanto,SH dalam wawancaranya dengan indonesiapublisher.com baru-baru ini mengungkapkan,  “Sehubungan dengan kewenangan notaris tersebut, pelaku pencucian uang memanfaatkan akta-akta notaris dalam transaksi jual beli sehingga uang haram dapat dirubah menjadi aset-aset tertentu,

Karenanya, apabila Notaris terbukti terlibat dapat dikenakan sanksi terkait etika profesi Notaris, UUNJ dan juga Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian uang (TPPU). Oleh karena itu perlu kehati-hatian Notaris dalam pembuatan akta.

Kejaksaan juga memiliki peran yang sangat penting dalam perkara pengusutan tindak pidana pencucian uang yang merugikan negara. Tahap pertama dalam TPPU penempatan (placement), pelaku akan memasukkan harta hasil tindak pidana ke dalam sistem keuangan atau mengubah bentuknya. Modusnya bisa beragam: disimpan di perbankan, menyelundupkannya ke negara lain – baik secara tunai maupun elektronik, hingga mengonversinya menjadi aset lain seperti properti.

 Tahap selanjutnya adalah pemisahan atau pelapisan (layering) di mana uang hasil tindak pidana itu dipindahkan, disebarkan dan disamarkan dengan tujuan untuk menyembunyikan asal-usulnya. Tahap terakhir adalah penggabungan (integration). “Dumana pelaku TPPU akan menggunakan harta hasil pidana yang sudah tampak sah untuk dinikmati langsung atau diinvestasikan ke dalam kegiatan bisnis yang sah,” kata Kasi Kamnegtibum dan TPUL Kejaksaan Tinggi Sulbar Muhamammad Agung.

Artanto  juga menguraikan lagi,  secara garis besar ada lima modus dalam pencucian uang. Pertama, uang haram hasil korupsi dicampur di dalam rekening perusahaan yang menyimpan uang dari sumber yang sah. Kedua, menyalahgunakan perusahaan orang lain yang sah, tanpa sepengetahuan pemiliknya. Modus ketiga, pelaku menggunakan identitas palsu. Keempat, pelaku memanfaatkan kemudahaan di negara lain.

“Misalnya, tax heaven country. Menyimpan uang di negara tax heaven. Modus kelima, pelaku tindak pidana membeli aset tanpa nama, misalnya uang, perhiasan, lukisan dan benda-benda berharga lainnya,” kara Sri. Sementara pakar Manajemen Risiko, Anto Ikayadi, manyatakan penelusuran aktivitas pencucian uang akan semakin sulit dilakukan ketika pelaku tidak sekadar melakukan penempatan uang hasil pidana. Kalau sudah sampai ke tahap layering dan integration itu menjadi rumit. (jay/ars)