Awas Dan Waspada! Oknum Mafia Tanah Masih Berkeliaran Dimana-mana

Notaris- PPAT338 Views

indonesiapublisher.com,MAGELANG- Kasus mafia tanah yang masih terjadi, semakin meresahkan masyarakat. Apalagi, ada oknum-oknum di Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang turut terlibat mafia tanah.

Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto mengancam akan menindak tegas jajarannya yang berani melakukan tindakan melawan hukum tersebut. Dia mengatakan dirinya tak segan-segan mencopot jabatan oknum tersebut.

Sebagai informasi, penyelesaian konflik pertanahan salah satunya mafia tanah ini merupakan salah satu arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjano. “Terobosan-terobosan untuk melawan mafia tanah terus saya lakukan, banyak modus modus yang sudah ditemukan saat ini,” kata Hadi dalam konferensi pers Rakernas Kementerian ATR/BPN di Jakarta, Selasa (26/7/2022) silam.

Senada   dengan semangat   dari  Kementerian   Agraria dan  Tata Ruang/BPN RI untuk terus  memerangi praktik-praktik  tindak   kejahatan   ‘Mafia Tanah’ hingga  ke  akar-akaranya,   Notaris-PPAT di Kabupaten Magelang, Jawa  Tengah, Ladrang Kunto Anuraga,SH,Sp,Not   baru-baru  ini   saat  berbincang  di Kota Magelang ia   memaparkan, sejauh   informasi  yang   saya  tahu, sejumlah modus yang sering ditemukan. Pertama yakni modus pengambilan tanah kosong, kemudian oknum bekerja sama dengan pihak BPN mengubah data di Pusdatin ATR/BPN dan mengeluarkan sertifikat.

“Modus seperti itu sudah ada yang  tertangkap dan terus akan  diproses apabila ada oknum dari anggota BPN, saya harap pasti akan diproses dan terbukti tindak pidana pasti dipenjara,” ujarnya.

Ladrang Kunto juga berharap, bukan hanya  tugas pihak BPN semata dalam  memerangi Kejahatan Mafia Tanah di Indonesia yang terus  terang  saja  belakangan  ini  sangat meresahkan  pekerjaan  kita  selaku  Notaris-PPAT.

Menurutnya, butuh sebuah koordinasi  dan  kerjasama  yang  sangat cerdas, untuk  duduk  satu  meja dalam  memerangi  kejahatan  mafia  tanah  tersebut.  Yakni, antara pihak  BPN,  Notaris-PPAT itu  sendiri  untuk  terus hati-hati, sensi  dan waspada terhadap adanya indikasi  praktik-praktik kejahatan mafia tanah.  Organisasi  IPPAT kudu selalu ‘concern’ turut  membantu, juga  adanya laporan-laporan  dari pihak  masyarakat yang  merasa  dirugikan dan kerjasama  juga  dengan  POLRI.

Selanjutnya  Ladrang  menguraikan,  bahwa  bicara  soal‘Mafia  Tanah’, itu  sebetulnya adalah  sebuah ‘game’ atau  permainan ya. Dan  butuh  sebuah  perencanaan  yang  matang. Dan  bahasa ‘Mafia’ itu  sendiri,  sebetulnya  sebutan  Organisasi  di  sebuah  Negara  Brazil  atau  entah  di mana  ya  saya kok agak lupa. Tapi itu intinya memang  sebuah  organisasi  untuk  membuat  sebuah kekacauan.

Saya rasa, sebuah  organisasi tadi  sudah  punya  suatu  Pola dan Perencanaan yang  sudah begitu matang. Nah,sekarang pertanyaannya, mengapa praktik-praktik tersebut terjadi di dunia pertanahan? Karena terang  Ladrang, di dunia  Pertanahan  ini birokrasinya  sangat ‘manis’ dan birokrasinya  bisa dibikin seolah ribet. Walaupun  saat  ini  konon  katanya  sudah  dibuat  cepat dan mudah  dengan  berbagai inovasi  aplikasi atau  layanan digital (dilan).

Dan jelas  Ladrang lagi,  yang  namanya  system online atau  aplikasinya  itukan  bikinan manusia, pasti  terkadang  terjadi  sebuah  .troubel system’ atau kendala  sehingga  bisa  menghambat  layanan  di BPN. Konon, setiap  produk-produk  Akta-akta  yang dibuat oleh para  PPAT kan  setiap  bulannya  harus  dilaporkan ke  BPN. Kan karena  aplikasi itu juga dibuat orang dalam BPN,sehngga pengawasan secara internal dari lembaga itu harus kuat. Kemudian  Konon  BPN  itu sebaga Pembina  PPAT.

Artinya apa ?sebetulnya  fungsi  pengawasan dan  pembinaan  dari  BPN  ke  PPAT itu jalan ataun tidak. Lantas, pembinaan disini,bukan  berarti  kalau  kami rekan-rekan  PPAT  dapat project dan  bagaimana soal penyelesaiannya?tapi  bukankah  BPN  itu membina ke rekan-rekan  PPAT supaya tertib  administrasi.   Lalu bagaimana  kita  bisa tertib  kalau ‘orang dalam’ sendiri kecolongan.  Artnya  lalu apa?sebuah  institusi  kalau  sudah  ada istilah ‘oh itu oknum’ itu tidak bersih. Bagaimana  kalau sebuah  insttusi itu bisa menyapu,jika  sapunya  itu sendiri sudah kotor. Kalau  insttusi  tersebut maka mau  bersih-bersih secara total,maka  sapu tadi harus  bersih terlebih dulu.  Tapi kalau secara ‘mentaly’ mau  bersih-bersih saja  sapunya  masih  kotor,  apalagi  ada  sebutan mengapa  masih  ada  oknum, artinya  di beberapa  pekerjaan  itukan  ada beberapa  lubang  yang  bisa  kita  mainkan/mereka mainkan.

Ladrang menambahkan lagi, terkadang PPAT  sendiri ada  yang  masih  tergiur  dengan  sebuah project. Karena  kalau  sudah  menyangkut urusan  perut itu repot. Kita  sudah  hitung secara  dagang.”oh  kita  dapat project ini di BPN kita  bisa  bermain  secara  cantik,nah  disitulah  tatanan  system  mulai rusak”, 

“Saya  kok  pesimistis ya,praktik-praktik  mafia  tanah” yang  belakangan  ini  masih  marak  itu bisa  bersih, seperti halnya iklan di ‘mama  lemon(sabun  cuci piring) bersih-bersih-bersih. Sebab   antara  yang idealis  dengan  yang  soal  urusan  perut  tadi  masih   sangat  berimbang ya. Dan  terkadang   yang   idealis  oleh  tiga  buah  institusi   itu  masih  dibuat  repot.  Maka  akhirnya  yang   idealis   itu  lari  atau  condong  kepada  “kita  ini  pebisnis,jika  sudah  bicara  pebisnis tadi, tentu  berapapun itu prosentasenya pasti hangus.

Artinya  ungkap  Ladrang lagi,kita  akan  mengejar uang atau cuan   bukan  lagi pyur murni  mengejar /,menegakkan  aturan  itu harus diberlakukan. Yang  patut dicatat, kita  ad sebuah  istilah ‘Hukum Dagang’ dan  ada ‘Dagang Hukum’. Kalau istilah ‘Dagang   Hukum’ itu   bukan diperjual  belikan.  Tetapi   bagaimana  mencari  solusi  menurut  kaidah kita,bukan menurut kaidah hukum yang  benar. Istilahnya  win-win solution, yang menang  siapa?ya  dua-duanya,bancaan   bareng. Jadi berbagi roti, tapi porsinya   berbeda-beda. (adi/red)