MK Tegaskan Proses Peradilan Notaris Harus Seizin MKN *Kalangan Notaris Tetap Mendukung Keberadaan MKN*

MAGELANG – Dalil para pemohon mengenai inkonstitusionalitas Pasal 66 ayat (1) dan ayat (4) UU Jabatan Notaris tidak beralasan menurut hukum. Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak menerima dan menolak uji materi Pasal 66 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris terkait pemeriksaan Notaris dalam proses peradilan dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris (MKN). Permohonan ini diajukan oleh Persatuan Jaksa Indonesia (PJI), beberapa jaksa senior, seperti Asep N Mulyana, Reda Manthovani, R. Narendra Jatna.   

“Permohonan Pemohon I, III, IV dan V tidak dapat diterima. Menolak permohonan Pemohon II untuk selain dan selebihnya,” ujar Ketua Majelis MK Anwar Usman saat membacakan putusan bernomor 16/PUU-XVIII/2020 di ruang sidang MK, Selasa (23/6/2020) lalu.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai Pemohon tidak memahami norma Pasal 66 ayat (1) UU Jabatan Notaris secara utuh termasuk kewenangan Majelis Kehormatan Notaris (MKN). Adanya persetujuan MKN tidak bertujuan untuk mempersulit proses penyidikan atau keperluan pemeriksaan terhadap notaris. Sebab, telah diantisipasi adanya Pasal 66 ayat (3) yang menyatakan MKN dalam waktu paling lama 30 hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan wajib memberi jawaban menerima atau menolak.

“Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 66 ayat (4) UU Jabatan Notaris yang menyatakan dalam hal MKN tidak memberi jawaban setelah melewati jangka waktu itu, MKN dianggap menerima permintaan persetujuan,” kata Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams saat membacakan pertimbangan putusan Mahkamah ini.

Justru, Pasal 66 ayat (4) UU Jabatan Notaris merupakan penegasan bahwa MKN tidak dapat menghalangi kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim dalam melakukan kewenangan untuk kepentingan proses peradilan sesuai Pasal 66 ayat (1) UU Jabatan Notaris. Terlebih, pasal a quo dimaksudkan untuk memberi perlindungan kepada notaris sebagai pejabat publik dalam melaksanakan tugasnya, khususnya melindungi keberadaan minuta sebagai dokumen negara yang bersifat rahasia.

Pasal 66 ayat (4) sangat diperlukan untuk menciptakan kepastian hukum yang adil terhadap batas kewenangan MKN memberi persetujuan bagi penyidik, penuntut umum dan hakim dalam melakukan pemanggilan terhadap notaris maupun pemeriksaan berkas lain untuk keperluan peradilan yang dimaksud Pasal 66 ayat (1).

“Dalil pemohon mengenai inkonstitusionalitas Pasal 66 ayat (1) dan ayat (4) UU Jabatan Notaris tidak beralasan menurut hukum,” ujar Wahiduddin mengutip bunyi Putusan MK No. 22/PUU-XVII/2019 terkait pengujian norma yang sama.

Menurut Mahkamah, apabila permohonan Pemohon dikabulkan dengan membatalkan keseluruhan Pasal 66 ayat (1) UU Jabatan Notaris, hal ini dapat menciptakan persoalan tidak adanya peran MKN dalam melakukan pembinaan notaris, khususnya dalam mengawal kewajiban notaris yang diantaranya merahasiakan segala suatu mengenai akta yang dibuatnya.

Berikut ini kompilasi  rangkuman wawancara  wartawan indonesiapublisher.com yang berhasil dihimpun baru-baru ini.

*Kalangan Notaris Tetap Mendukung Keberadaan MKN*

Anita Febe Holiana,SH

*Saya Apresiat Dengan MK Menolak Judicial Review dari PJI*

Anita Febe Holiana,SH

Notaris dan PPAT Kabupaten Temanggung, Anita Febe Holiana,SH misalnya, kepada indonesiapublisher.com ketika dihubungi di kantornya baru-baru ini dia mengatakan, saya sangat apresiat dengan MK yang telah menolak Judicial Review dari Persatuan Jaksa Indonesia seperti yang sudah diuraikan sebelumnya diatas. Sehingga buat kita keberadaan MKN tetap kita dukung sekali.

Menurut Anita, tidak semua Notaris bisa dijerat walaupun ada juga oknum Notaris yang nakal (itu oknum tidak semua-red). Saya meyakini teman-teman sudah berusaha bekerja dengan teliti, hati-hati,  sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Namun kalau dengan seenaknya kemudian kita sebagai pihak yang mengkonstantir apa yang disampaikan oleh para pihak ditarik sebagai pihak yang melawan hokum toh. “Kok seenaknya saja, lha perlindungan hukum buat para Notaris apa? Padahal kitakan pejabat publik,”imbuhnya.

Jadi kata mantan Ketua Pengda Kabupaten Temanggung INI tersebut, berarti dengan adanya keberadaan MK menolak Judicial Review dari PJI secara otomatis Undang-Undang ya melindungi kita. Sebagai pihak yang membuat Akta, mengkonstantir apa ygang disampaikan oleh para pihak. Karena Notaris itu bukan pihak kalaupun kadang-kadang ada Notaris yang melibatkan diri sebagai pihak.

Stefanus Artanto,SH

*Dengan Keberadaan MKN Lantas Jangan Disimpulkan bahwa Notaris Punya Kekebalan Hukum*

Stefanus Artanto,SH

Adapun salah seorang tokoh Notaris-PPAT senior di Kabupaten Magelang terutama Jawa Tengah, Stefanus Artanto,SH menilai, terus terang saya sangat menyambut gembira adanya MK menolak Judicial Review dari PJI itu. Cuma perlu diingat bahwa materi yang dimohonkan oleh Persatuan Jaksa Indonesia itu jangan dilihat bahwa Notaris dengan adanya MKN lalu mempunyai imunitas  atau kekebalan hukum.

Justru, kata salah seorang pemilik dan pengusaha bus yang sudah dikenal begitu “legend” hingga saat ini (yakni P.O . bus Ramayana-red) ini, adanya MKN semata-mata hanya karena procedural saja yang pada akhirnya kalau Notaris itu memang dinilai salah baik melanggar etika maupun melanggar peraturan Undang-undang Jabatan Notaris pasti MKN akan melepaskan untuk diproses berikutnya. Ini saya tegaskan supaya Notaris jangan lupa diri khususnya “self control” terhadap profesi yang dia jalankan terhadap jabatan yang dia miliki. Mentang-mentang dengan adanya Putusan MK yang menolak permohonan para jaksa lalu Notaris lebih berani atau yang sering diistilahkan dengan “Notaris Coboy”.

Jadi tolong ya Pasal 66 ayat (1) dalam UUJN itu tidak dimaksudkan bahwa Notaris itu mempunyai imunitas atau kekebalan hokum. Adanya MKN semata prosedur saja, Notaris tetap akan dilepas manakala dalam pemeriksaan internal oleh MKN jelas-jelas nyata-nyata telah melanggar UUJN, etika maupun Kode etik atau dengan istilah lain melakukan perbuatan melawan hukum (onrechmatige. daad). Oleh karena itu kepada rekan-rekan Notaris jangan riang gembira, ada sikap euphoria menanggapi Putusan MK kepada seluruh teman-teman hendaklah tetap waspada, berhati-hati juga menjaga kerahasiaan Akta dalam menjalankan jabatannya.   

Sebisa mungkin profesi seorang Notaris meski harus bisa menghindari sesuatu yang “”nyrempet-nyrempet sesuatu yang berbahaya “ (vivere pericoloso) sehingga kita akan aman, nyaman dan tenang dalam menjalankan tugas, fungsi dan jabatan kita masing-masing,:jelas Artanto.

R. Giardi Suharjanto,SH,M.Kn

*Putusan MK Menolak  Uji Materi Atas UUJN Pasal 66 ayat (1) Yang diajukan Persatuan Jaksa Indonesia terasa  berkeadilan*

R.Giardi Suharjanto,SH,M.Kn

Notaris-PPAT yang juga Ketua Pengda IPPAT Kabupaten Magelang, R. Giardi Suharjanto,SH,M.Kn menilai, dengan ditolaknya Uji Materi oleh MK terhadap permohonan atas UUJN Pasal 66 ayat (1) oleh Persatuan jaksa Indonesia, Putusan tersebut terasa berkeadilan. Bahwa tentunya Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya yang sudah diangkat sesuai dengan ketentuan Udang-Undang sebagai Notaris, tentunya prosedur dalam pemanggilan yang harus harus dilakukan oleh pihak kejaksaan ataupun kepolisian tentunya harus mendapatkan persetujuan/ izindahulu dari Majelis Kehormatan Notaris (MKN).

Karena apa, tentunya Notaris dalam menjalankan tugas jabatan pasti telah menjalankan tugas tersebut. Kalau lembaga peradilan lantas menaggil Notaris memanggil Notaris langsung tanpa meminta izin kepada MKN, itu menjadikan rasa was-was bagi Notaris sebab di Notaris itu sendiri ada MKN yang mempunyai kewenangan untuk melindungi bagi semua Notaris.

Mantan anggota KPUD Magelang ini juga menambahkan, apabila lembaga peradilan dalam memanggil Notaris akan meminta izin kepada MKN pasti MKN akan melihat dahulu memeriksa apakah memang Notarus tersebut patut untuk dipanggil. Kalau memang Notaris itu patut untuk dipanggil, tentunya MKN tidak segan-segan untuk memberikan izin kepada lembaga peradilan itu. Hal itu agar menjadi jelas, bukan berarti kalau lembaga kejaksaan atau kepolisian meminta izin it uterus dipersulit pastinya tidak.  Tetapi MKN akan memanggil dahulu si Notaris untuk meminta keterangan sebenarnya bagaimana Notaris tersebut dalam menjalankan tugas jabatannya apakah sudah sesuai peraturan perundang-undangan atau tidak.  Kalau memang unsur-unsurnya terpenuhi adanya unsur dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris tersebut wajar kalau MKN pasti akan memberikan izin kepada lembaga peradilan tersebut.

“Bukan dengan memanggil itu artinya kedudukan dari Notaris itu berbeda dengan masyarakat umum yang lain, kedudukannya tetap sama tetapi ada ketentuan aturan yang harus dipenuhi,”jelasnya.

Giardi menandaskan, bukan berarti adanya MK menolak Putusan PJI tadi lantas keberadaan MKN malah  dianggap  untuk melemahkan  lembaga peradilan dalam kapasitasnya memanggil Notaris. Sehingga Notaris sendiri dalam menjalankan tugas jabatannya bisa terasa aman, nyaman dan melayani public dengan baik dan optimal.

Slamet Surpiyadi,S.Kom,SH,M.Kn

*Lembaga Peradilan Jika Mau memanggil dan memeriksa Notaris harus seizin MKN*

Slamet Supriyadi,S.Kom,SH,M.Kn

Sedangkan menurut Notaris-PPAT yang juga Wakil Ketua Pengwil Jateng INI Bidang IT, Slamet Supriyadi,S.Kom,SH,M.Kn menyatakan, keberadaan MKN nyata-nyata mempertegas  bahwa lembaga peradilan manapun baik itu kejaksaan kepolisian, pengadilan apabila mau memeriksa dan memanggil seorang Notaris maka akan seizing dari MKN terlebih dulu.

Slamet Supriyadi menambahi lagi, jika di Notaris itu ada MKN maka di IPPAT ada Majelis Pembina dan Pengawas PPAT,  (MP3) baik ditingkat Pusat, Wilayah atau daerah kota/kabupaten. itu juga kaitannya dengan pembinaan dan pengawasan PPAT baik secara internal maupun eksternal.

Sehingga terkait MKN tadi setiap anggota Notaris berhak mendapat pembinaan dan pengawasan bukan pembinasaan lho ya.  Bagaimana kita menjalani tugas dan jabatan itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Eksternalnya, kaitannya yang terkait dengan laporan-laporan dari masyarakat umum yang menggunakan jasa Notaris itu perlu kita filter/bentengi apakah ini layak untuk dipanggil dalam pengadilan atau tidak.  Jadi menurut saya, jika di INI itu lembaga bernama MKN saya rasa itu pantas, itu tidak lepas sebab Notaris selama ini sering  dijadikan atau “diplekotho” dan “diriminalisasi” oleh lembaga peradilan. Padahal kalau kita bicara esensi daripada Notaris kita membuat Akta kan sesuai keinginan para pihak. Baik Akta para pihak maupun Akta Notaris. Notaris diundang untuk melihat dan mendengar dan menuangkan dalam bentuk Akta Otentik.

Jadi, menurut hemat saya, layak atau tidak Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya sesuai aturan perundang-undangan yang ada. Fungsi MKN disisi “untuk membentengi” Notaris, sepanjang itu layak, maka Putusan MK menolak Uji Materi dari PJI maka harus kita dukung.

“Saya cukup senang jika Uji Materi itu ditolak oleh MK artinya disini memang perlu ada lembaga MKN di Notaris  mungkin juga termasuk diorganisasi profesi yang lain seperti IDI, advokat, akuntan dan lain-lainnya.

Fauzi Raharjo,SH

*Saya Sangat Setuju MK Menolak Judicial Review Dari Persatuan Jaksa Indonesia, Notaris Punya Nilai Tawar Jadinya*

Fauzi Raharjo,SH

Notaris-PPAT yang mantan Ketua pengda Kabupaten Magelang INI, Fauzi Raharjo,SH saat dikonfirmasi di kantornya mengemukakan,  jadi intinya mengenai Pasal 66 ayat (1) maksudnya saya sebagai anggota Ikatan Notaris Indonesia saya sangat setuju sekali.  Begini, dai Jaksa maunya dari Pasal 66 ayat (1) UUJN itu intinya mau diajukan untuk dirubah lagi. Namun kita jelas tidak setuju dong karena keberadaan MKN jelas terkait dengan menjunjung tinggi harkat, martabat dan kehormatan Notaris.

Sehingga intinya sebagai anggota saya kembalikan ke MKN nya, sehingga jangan ditangani oleh lain lembaga yang jelas bukan kewenangannya. Sebab jika ada sesuatu apa=apa di kemudian, pasti MKN nge-tune dengan anggota Notaris, sebaliknya kalau Jaksakan tidak mau tahu mereka. (jay/ars)