Kembalikan INI Sebagai ” Rumah Gadang” Notaris Indonesia

Lainnya254 Views

KOTA MUNTILAN,(indonesiapublisher.com) – Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) pada 8-9 Maret 2023 dijadwalkan melakukan Kongres XXIV di Hotel The Royale Krakatau, Cilegon, Banten. Namun, akhirnya pelaksanaan kongres tersebut ditunda.

Sesuai dengan instruksi dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Kongres XXIV INI bakal digelar paling lambat akhir Agustus 2023 mendatang. Namun pasca penundaan tersebut, dinamika di perkumpulan para Notaris semakin kencang.

Bahkan ramai beredar perbedaan pandangan beberapa kelompok notaris yang berseberangan dengan Pengurus Pusat (PP) INI. Hingga berpotensi memicu perpecahan di tubuh organisasi wadah tunggal notaris di Indonesia itu.

Dan untuk menjawab dinamika tersebut, maka jajaran Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) menggelar konferensi pers di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2023) lalu. Nampak hadir dalam konferensi pers itu Ketua Umum PP INI Yualita Widyadhari didampingi Sekretaris I Herna Gunawan, Kabid Humas Wiratmoko, Kabid Keanggotaan Taufik dan Ketua SC Kongres INI ke XXIV Yurisa Martanti.

Ketua Umum PP INI Yulita Widyadhari,SH,M.Kn mengatakan pihaknya akan menyiapkan waktu guna audiensi dengan Kemenkumham dan langsung melibatkan 3 tim, yaitu tim pemilihan, tim verifikasi dan tim pengawas.

Sementara dalam menyikapi perkembangan carut marut dinamika di atas, saat ditemui indonesiapublisher.com pada Senin sore (27/3/2023) di kantornya, salah seorang Notaris- PPAT senior di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dan juga pernah menjabat selaku Majelis Pengawas Daerah ( MPD) Notaris setempat, Stefanus Artanto, SH atau yang sering disapa dengan Pak Artanto , yang kali ini kita melihat bahwa beliau begitu sumringah dari biasanya dan lebih belia dari usianya.

Secara rinci Stefanus Artanto menyatakan, menanggapi carut marut perkembangan dinamika tersebut di atas, dia mengatakan, ini sekali lagi memberikan suatu keyakinan kepada saya, bahwa Ikatan Notaris Indonesia itu “seat back” atau mundur menjadi tidak siap untuk menghadapi dan mentaati Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga ( AD/ART).

Disamping itu dia menegaskan bahwa INI ini kehilangan figur- figur yang dulu menjadi pilar, menjadi kekuatan, menjadi pengikat, sehingga anggota itu menjadi taat. Anggota itu memberikan suatu martabat kepada para sesepuh- sesepuh Notaris seperti awal- awal tahun 1990-an.

Dimana Kongres itu tidak dilihat sebagai suatu perebutan untuk menentukan menang dan kalah. Tetapi Kongres itu merupakan bagian dari aktualisasi organisasi untuk memilih pemimpin yang sejatinya pantas untuk menakhodai organisasi S2 ini.

Dan ironisnya oleh masyarakat menurut Artanto, Notaris itu sampai kini saya kok masih melihat sebagai suatu profesi yang terhormat , bermartabat dan punya harga diri. Namun kalau publik itu tahu bahwa keadaan kita ini sungguh “sontoloyo” maka kita semua mestinya malu, kenapa? karena “rule of the gamenya” Yang sering disebut dengan AD dan ART – nya organisasi sudah dibuat sedemikian sempurna sedemikian baik. Tetap ketika itu akan menjadi pegangan untuk pelaksanaan sebuah perhelatan yang saya sebut Kongres pasti timbul persengketaan atau timbul suatu perdebatan yang mestinya tidak perlu terjadi.

Menurut Artanto, jelasnya bahwa AD / ART itu menjadi sumber permasalahan karena menurut saya sering ditafsir gandakan oleh pelaku- pelaku dalam organisasi atau tokoh- tokoh pengurus dalam tubuh INI. Kalau saya boleh menuduh kegaduhan, kekisruhan dan permasalahan apapun sebutannya ini terjadi hanya oleh segilintir orang atau yang dalam bahasa politiknya ini hanya oleh ” sejumlah oligarki “, yang punya kepentingan langsung maupun tidak langsung untuk menunggangi organisasi itu bagi kepentingan- kepentingan pribadi yang semua itu bermuara pada materi.

Amatlah memprihatinkan apabila organisasi yang sudah berusia ratusan tahun ini dan punya AD / ART yang begitu bagus kenapa setiap akan dilaksanakan Kongres pasti semuanya jadi mentah.

Lalu ketika, Artanto ditanya, apa pendapatnya untuk INI ke depan? Semua harus mawas diri, semua harus instropeksi semua harus tawaduk untuk ditanya ke hati nurani masing-masing apakah rekan- rekan Notaris semua masih cinta INI tidak? Jangan mengucapkan kecintaan INI hanya melalui hymne . Itu sudah jargon lawas yang tidak punya makna. Itu adalah jargon lawas yang tidak punya jiwa untuk diperjuangkan. Sehingga marwah kebersamaan itu bisa tumbuh kembali sebagai sebuah ” Rumah Gadang” INI. Atau sebagai rumah besar dimana semangat Paguyuban(semangat kerukunan/ kekeluargaan) jangan dirubah dengan semangat Patembayan atau pamrih.

Dan untuk yang terakhir, kata Artanto, saya katakan cobalah kita jangan putus asa untuk menggelorakan kesetiakawanan dan solidaritas, saya yakin kok bisa. Hanya orang- orang tertentu saja yang melihat bahwa menghidupkan solidaritas ini seperti menegakkan benang basah. Saya masih percaya organisasi ini dihuni oleh orang- orang baik.

” Jangan sampai bahwa INI ini hanya indah saat dilantunkan dalam hymne, tetapi harus diberi makna sesuai dengan idealisme awal/ Khittahnya”, pungkasnya. (Adi/red)