Inpres No. 1 Tahun 2022 Perlu Dikaji Ulang

Notaris- PPAT778 Views

(Kabupaten Bandung,indonesiapublisher.com) –  Bertempat di Kantor   salah seorang  Notaris-PPAT   senior   Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yakni  H. Iin Abdul Jalil,SH  pada Rabu, (9/3/2022) lalu, beralamat di  Komplek Rumko Bilangan Katapang, Soreang,Kabupaten Bandung, jurnalis  indonesiapublisher.com telah  mewawancarai   H.Iin Abdul Jalil,SH menyikapi perihal Instruksi Presiden Nomor. 1 Tahun 2022 Jo Surat dari Kementerian Agraria  dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional tertanggal 14 Februari 2022 Nomor  HR 02/153-400/II/2022 Perihal Kartu Peserta BPJS KESEHATAN sebagai Syarat Permohonan Hak Atas Tanah/Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun karena Jual Beli mulai 1 Maret 2022 Wajib melampirkan Kartu Peserta BPJS KESEHATAN.

Iin Abdul Jalil,SH  menguraikan,lantaran tidak ada korelasinya antara  BPJS dengan Pertanahan, jadi terus terang saja barangkali bukan hanya saya saja sebagai Notaris-PPAT, orang lainpun termasuk Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPDRI) kan tidak setuju dengan adanya kebijakan itu.

Karena sebetulnya jika BPJS harus dipersyaratkan dalam kepengurusan Hak Atas Tanah menurut saya itu bukan kebijakan yang bersifat fiskal atau moneter. Tapi kebijakannya yang sifatnya politis.

Iin Abdul Jalil menambahkan lagi,mengingat  barangkali kan sumber pendapatan Negara itu  atau APBN  bukan hanya dari sektor pajak saja, namun  juga  dari sektor-sektor  lainnya.

Barangkali karena APBN kita menepis terangnya lagi, dengan adanya situasi dan kondisi pandemi covid-19 saat ini, sehingga kelangsungan Negara itu harus dipertahankan. Oleh karenanya  keluarlah kebijakan itu supaya dengan masuknya warga Negara sebagai peserta BPJS otomatis itu akan mendatangkan pendapatan kepada Negara.

Tapi sebenarnya itu masih sangat kecil, sebab masih banyak dari sektor-sektor yang lain yang bisa dijadikan  sebagai pendapatan Negara. Misalnya: dari PBB, dari sektor PBB inipun masih belum tergali semuanya karena disetiap daerah itu belum 100% memiliki PBB. Ada mungkin yang baru 30%,50% bahkan baru 60%.

Nahkata Iin AbdulJalil, coba kalau digali dari sektor PBB.Misalnya Bupati menginstruksikan Camat terkait pendaftaran lahan.  Dengan didaftarkannya pendaftaran lahan melalui PBB, pastinya itu akan masuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Maka dari sektor PBB itu masih banyak apalagi   misalnya   dana-dana para  Konglomerat yang disimpan di luar.

Maka menurut hemat Iin Abdul Jalil,sekali lagi  BPJS tidak ada korelasinya dengan bidang Pertanahan. Kecuali bila yang melampirkan BPJS itu bisa misalkan dibebaskan tunggakannya.  Jadi  intinya kalau menurut saya kurang setuju terhadap kebijakan tersebut.

Diterangkannya kembali, kalau memang Inpres No.1 Tahun 2022 tersebut sudah diberlakukan di masyarakat,maka  baiknya Inpres tersebut dikaji ulang  saja  oleh Pemerintah sebab kenyataannya kan masyarakat tidak menerima  dengan  adanya Inpres No.1 Tahun 2022 tersebut.

Seyogyanya  hemat saya  sebelum  Inpres No.1 Tahun  2022 tersebut diterapkan di masyarakat, jauh-jauh hari  Pemerintah harus mengkaji dulu dengan seksama  dasarnya  dari mana sampai terbit INPRES tersebut,apakah dari  UUD 1945, TAP MPR atau darimana,  jangan “ujug-ujug” sekonyong-konyong”  langsung diberlakukan begitu saja.  Kalau tidak berdasar ya berarti inkonstitusional dong disebutnya.

Saran  saya kepada Pemerintah dan wakil rakyat, jika  mau  membuat suatu Kebijakan Peraturan Perundang-undangan maka idealnya ya harus  dimusyawarahkan terlebih dulu  dengan  matang dan seksama, lalu melalui kajian akademik  bersama   pihak-pihak  terkait   dan  berkompeten, legislasi  di  DPR,  sehingga  ada  tahapannya mestinya.   Komisi yang membidangi hal tersebut diajak bicara terlebih dulu. Pressiden  tidak  boleh semena-mena  membikin  INPRES No.1 Tahun 2022.

Akan lebih tepat, ungkap Iin Abdul Jalil,  apabila  Pemerintah bersama  DPR  menggandeng  PP INI dan  PP IPPAT untuk  duduk satu meja membicarakan   soal INPRES 1 Tahun 2022, itu baru  bisa dikatakan  ada korelasinya  jika nantinya  INI-IPPAT  disini  diajak  bicara. (ted/jay/red)