SEMARANG – Notaris-PPAT yang juga selaku Koordinator Perlindungan Hukum Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI), Indradjaja,SH,SpN,MH,M.Mkn menilai, saya mengusulkan dalam lembaga Majelis Kehormatan Notaris (MKN) di Notaris atau jika di PPAT ada lembaga setingkat yang sama bernama Majelis Pengawas dan Pembina PPAT (MP3) baik ditingkat Pusat, wilayah maupun daerah Kota/Kabupaten, agar lebih efesien dan efektif dan tentunya bisa fokus, maka ke depan alangkah baiknya apabila wadah Kehormatan, Pengawasan dan Pembinaan Notaris dan PPAT dijadikan satu pintu saja yaitu MKN.
Hal tersebut terungkap dalam wawancara indonesiapublisher.com dengan Indradjaja baru-baru ini di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Bagi Notaris yang bermasalah dengan adanya MK menolak Judicial Review yang dimohonkan oleh Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) terkait Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, Indradjaja menuturkan, berarti kan keberadaan lembaga bernama Majelis Kehormatan Notaris (MKN) itukan sudah diakui oleh segala institusi.
Indradjaja menguraikan lagi, perlu diingat yaitu sejarah mencatat bahwa pada tanggal 28 Mei 2013 dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2013 Majelis MK memutuskan mengabulkan permohonan uji materi Pasal 66 ayat (1) UU No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diajukan Kant Kamal. Dalam putusannya, MK membatalkan frasa “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah” dalam pasal yang diuji. Dengan demikian, pemeriksaan proses hukum yang melibatkan pejabat notaris tak perlu persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD).
Tahun 2014 terbit Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Undang undang ini tidak mengakomodir Putusan MK No 49/PUU-X/2013 tetapi menambahkan Ketentuan ayat (1) Pasal 66 diubah dan ditambah 2 (dua) ayat, yakni ayat (3) dan ayat (4) yang memberikan batasan waktu kepada Majelis kehormatan Notaris dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan, MKNwajib memberikan jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan dan apabila majelis kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu tersebut, majelis kehormatan Notaris dianggap menerima permintaan persetujuan.
Prosedur Pemanggilan dan Pemeriksaan Notris ini diperjelas lagi dengan diundangkannya Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris dalam Pasal 23 sbb:
- Permohonan persetujuan pengambilan minuta akta atau protokol Notaris dan pemanggilan Notaris oleh pihak penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk hadir dalam pemeriksaan yang terkait dengan akta atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris diajukan kepada Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah sesuai dengan wilayah kerja Notaris yang bersangkutan.
- Permohonan disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan tembusannya disampaikan kepada Notaris yang bersangkutan.
- Permohonan harus memuat paling sedikit: a. nama Notaris; b. alamat kantor Notaris; c. nomor akta dan/atau surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan d. pokok perkara yang disangkakan.
- Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah wajib memberikan jawaban berupa persetujuan atau penolakan terhadap permohonan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan.
- Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terlampaui, dianggap Majelis Kehormatan Notaris Wilayah menerima permintaan persetujuan.
Menurut Indradjaja, daripada “dikriminalisasi” semua lebih baik lembaga peradilan jika mau memeriksa dan/ memanggil Notaris, menurut hemat saya harus seizin MKN terlebih dulu. Karena sebut saja seperti di PPAT katakan, keberadaan Majelis Pembina dan Pengawas PPAT (MP3) baik yang ada di Pusat, Wilayah maupun daerah Kota/Kabupatenpun setahu saya sejauh ini belum pernah bersidang.
Jadi akan lebih efektif sekarang baik lembaga Peradilan ketika mau memanggil maupun akan memeriksa seorang Notaris-PPAT, lewat satu pintu Majelis Kehormatan Notaris saja. Ini yang saya lihat, dari Kakanwil ATR/BPN dimanapun berada, yang notabene sebagai Ketua Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Wilayah ( MP3 W) di seluruh provinsi tidak ada yang jalan.
Harusnya missal seperti MP3, karena SK-nya merupakan SK Menteri ATR/BPN RI maka idealnya harus disediakan alokasi dana dong, setiap berapa waktu sekali adakan sidang maupun pertemuan. Itu menurut saya baru kuat, dan amat sangat tidak betul jika polisi atau jaksa itu melakukan tindakan “kriminalisasi seperti itu. Itu akan berdampak sangat luar biasa lho.
Indradjaja menegaskan, dengan MK menolak Uji Materi dari PJI soal UUJN Pasal 66 ayat (1), maka saya sangat “angkat topi/acung jempol” kepada ibu Ketum PP INI dan apresiat banget. Itu merupakan sebuah prestasi membanggakan dan prestise sepanjang catatan tinta sejarah keberadaan PP INI yang akan dikenang sepanjang masa oleh siapapun khususnya seluruh Notaris di Indonesia.
Data dan fakta maupun survei membuktikan terang Indradjaja yang juga menjabat selaku Penasehat Pengwil Jateng INI tersebut, bahwa rekan Yualita Widyadhari,SH,M.Kn dalam mengawal PP INI tidak main-main lho. Kalau boleh disini saya bilang para Notaris di seluruh Indonesia harus banyak berterimakasih sama Yualita. Sebagai Koordinator Perlindungan Hukum PP INI saya mengerti betul siapa Yualita itu. Prestasi cemerlang lainnya, di periode Kepemimpinan rekan Yualita yaitu bahwa Indonesia dalam hal ini PP INI telah ditunjuk menjadi tuan rumah Konferensi Notaris Dunia/Internasional di Jakarta, dan baru kali pertama di Asia beberapa waktu lalu yang dibuka oleh Presiden RI, Joko Widodo. (jay/ars)